Ajaib.co.id – Ekonomi Indonesia resmi masuk ke jurang resesi pada kuartal ke-3 tahun ini. Ini adalah resesi pertama yang dialami oleh Indonesia sejak tahun 1999 silam.
Resesi yang dialami Indonesia tahun ini ditandai dengan kontraksi Produk Domestik Bruto (PDB) selama dua kuartal berturut-turut. Realisasi laju perekonomian pada kuartal ke-3 tahun 2020 tercatat kembali minus, yakni 3,49%. Sebelumnya, pada kuartal ke-2 tahun ini, laju perekonomian sempat terperosok cukup dalam, yakni sebesar 5,32%.
Secara kumulatif, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia dari kuartal ke-1 hingga kuartal ke-3 tahun 2020 mengalami kontraksi 2,03%. Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, kontraksi perekonomian terjadi akibat masih menurunnya sisi permintaan maupun penawaran barang dan jasa. Ia mencontohkan, pada kuartal ke-3 tahun ini, tingkat produksi mobil masih menurun hingga 68,47%.
Terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sepanjang Januari-September 2020 terjadi defisit anggaran mencapai Rp687,5 triliun. Pada periode sama tahun lalu, defisitnya hanya sebesar Rp252,41 triliun. Artinya, terjadi lonjakan defisit hingga 170,2% antara sembilan bulan pertama tahun ini dengan tahun lalu.
Indikator PDB untuk merujuk kepada terjadinya resesi sesuai dengan pernyataan ekonom Julius Shiskin. Dikutip dari Forbes, 15 Juli 2020, ia mendefinisikan resesi sebagai penurunan PDB yang terjadi selama dua kuartal berturut-turut. Penurunan PDB selama dua kuartal itu karena terjadinya penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Sementara itu, mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), resesi adalah kelesuan dalam kegiatan dagang, industri, dan sebagainya (seolah-olah terhenti); menurunnya (mundurnya, berkurangnya) kegiatan dagang (industri).
Lantas, dampak apa yang berpotensi dialami oleh masyarakat akibat resesi? Pada umumnya, potensi dampak resesi yang dirasakan oleh masyarakat di sebuah negara ada di bawah ini.
Turunnya pendapatan
Resesi pada sebuah negara dapat menurunkan pendapatan di kelompok masyarakat menengah dan bawah secara signifikan. Parahnya, dampak yang lebih mengerikan adalah masyarakat bisa kehilangan pendapatan.
Hal ini disebabkan oleh perlambatan ekonomi Indonesia yang mendorong beberapa perusahaan membatasi aktivitasnya atau bahkan berhenti beroperasi. Dengan begitu, pendapatan masyarakat akan menurun atau malah tidak memperoleh pendapatan sama sekali.
Bertambahnya jumlah orang miskin
Pendapatan yang menurun dikhawatirkan menambah jumlah orang miskin. Hal ini wajar mengingat banyak perusahaan terpaksa memangkas gaji atau menerapkan kebijakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Langkah ini dilakukan oleh perusahaan guna menekan biaya dan menjaga penurunan laba. Direktur Eksekutif Institute Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyampaikan, resesi ekonomi akan mendongkrak angka kemiskinan.
“Yang jelas adalah kemiskinan akan meningkat cukup tajam. Nah ini kan agak berat, kemiskinan ini kan ditandai oleh orang yang pendapatannya turun banyak itu mulai terjadi lebih lama dari biasanya,” jelasnya.
Angka pengangguran meningkat
Gelombang PHK akan berakibat pada meningkatnya angka pengangguran. Belum lagi terbatasnya lapangan pekerjaan tak mampu menyerap calon tenaga kerja baru yang baru menyelesaikan pendidikannya.
Tak hanya itu, angkatan kerja baru akan makin sulit bersaing. Selain karena jumlah lowongan pekerjaan menurun, perusahaan umumnya akan memprioritaskan karyawan yang sudah berpengalaman. Dengan kata lain, tak sedikit perusahaan akan melakukan moratorium rekruitmen pekerja baru.
Penduduk kota berkurang
Resesi bisa mendorong penduduk kota bermigrasi ke pedesaan. Hal ini terjadi karena makin terbatasnya lapangan pekerjaan di kota akibat banyaknya perusahaan yang membatasi aktivitasnya atau bahkan berhenti beroperasi. Desa akan menjadi pilihan bagi masyarakat untuk melihat peluang memperoleh pendapatan lain atau sekadar kembali ke kampung halaman sejenak.
Banyaknya masyarakat yang menganggur atau tak memiliki pendapatan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi dan daya belinya. Ketika resesi, masyarakat akan lebih berhati-hati dalam menggunakan atau membelanjakan uangnya. Hal ini mengakibatkan tingkat permintaan terhadap barang dan jasa mengalami penurunan. Masyarakat akan lebih berhemat dan memprioritaskan kebutuhan primer daripada sekunder dan tersier.
Masalah sosial bertambah runyam
Orang yang berpenghasilan tinggi mungkin tidak terlalu merasakan dampaknya karena memiliki aset memadai. Tapi, hal ini tidak berlaku bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Alhasil, ketimpangan sosial bisa melebar.
Masalah pengangguran tak sekadar urusan perut semata. Dampak pengangguran juga bisa merambah ke masalah sosial di suatu wilayah. Maksudnya, wilayah yang memiliki tingkat pengangguran tinggi cenderung mengalami lebih banyak masalah sosial.
Tingkat pengangguran tinggi akibat resesi ekonomi inilah yang bisa faktor penyebab terciptanya ketidakstabilan sosial. Tatanan sosial yang tidak stabil ini rentan memicu peningkatan angka kriminalitas hingga kerusuhan.
Resesi ekonomi adalah momok bagi setiap negara di dunia. Hal ini karena potensi dampak resesi dalam sebuah negara memiliki efek domino. Tak hanya oleh masyarakat, dampak resesi juga dapat dialami oleh perusahaan maupun negara.
Ekonomi Indonesia sudah resmi mengalami resesi. Pandemi Covid-19 pun belum menemui titik terang berakhirnya. So, apa yang kamu lakukan? Yang jelas, pasrah terhadap kondisi terkini sangat tidak dianjurkan.
Berbagai program Pemerintah untuk meminimalisir dampak buruk resesi ekonomi Indonesia patut diapresiasi. Meski begitu, terlalu tergantung kepada program Pemerintah juga bukan merupakan langkah bijak.
Salah satu hal yang perlu kamu lakukan di masa resesi ini adalah menyiapkan dana darurat. Bila saat ini kamu berada masih memiliki pendapatan tetap, maka jangan buang waktu lagi untuk memulai alokasi dana darurat.
Kamu bisa mulai menyisihkan sebagian pendapatan kamu ke dalam rekening tabungan yang mudah diakses, tanpa denda, atau potensi kehilangan uang berupa bunga. Besaran dana darurat bisa kamu sesuaikan dengan pendapatan dan pengeluaran kamu. Hindari menggunakan dana darurat untuk keperluan rutin. Gunakan dana darurat hanya untuk hal-hal tak terduga atau mendesak.