Investasi, Reksa Dana

Dollar Cost Averaging (DCA) Untuk Minimalisir Risiko Reksa Dana

melakukan investasi dengan metode dolar cost averaging (Dicicil)

Ajaib.co.id – Sebagai investor pemula, untuk meminimalkan risiko investasi kamu bisa menggunakan strategi yang disebut dengan Dollar Cost Averaging (DCA). Jangan bingung dengan kata Dollar ya, karena itu hanya nama strateginya saja. Strategi DCA ini cocok untuk pemula yang baru belajar investasi karena tidak perlu melakukan timing. Apa itu timing dan bagaimana sebenarnya DCA itu?

Apa Itu DCA?

Strategi DCA merupakan strategi pembelian rutin unit reksa dana secara berkala, bisa seminggu sekali atau sebulan sekali. Strategi DCA sama dengan strategi mencicil secara rutin, tidak membeli unit reksa dana sekaligus dalam satu waktu (Lump Sum).

Misalnya sebagai contoh, Chandra adalah seorang nasabah aplikasi Ajaib dengan profil risiko agresif. Portofolio Chandra terdiri dari reksa dana BNI AM Dana Kas, Avrist Dana Saham 2, dan Indo Premier Dana Saham. Chandra melakukan pembelian rutin sebesar satu juta Rupiah setiap bulannya. Berikut riwayat pembelian reksa dana oleh Chandra:

BulanHarga PembelianJumlah UnitAkumulasi Unit
Januari1.590629629
Februari1.5956271.256
Maret1.6186181.874
April1.5706372.511
Mei1.4706803.191
Juni1.5506453.836
Juli1.6306134.449
Agustus1.6506065.055
September1.6106215.676
Oktober1.6606026.278
November1.6456086.886
Desember1.7005887.474
Total Unit7.478
Harga Rata-rata Pembelian1.607
Modal Awal   12.000.000 
Pengembalian   12.712.600 

Chandra melakukan pembelian rutin sebesar Rp1 juta setiap bulannya, maka total modal yang dikeluarkan Chandra adalah Rp12 juta. Setiap bulan harga pembeliannya berubah-ubah. Karena setiap bulan Chandra rutin melakukan pembelian maka ia mendapatkan harga rata-rata pembelian Rp1.607. Di bulan Desember Chandra melihat pengembalian portofolionya positif meski situasi sedang tidak stabil.

Di akhir tahun ia mendapati harga rata-rata belinya adalah Rp1.607 sedangkan harga beli di Desember adalah Rp1.700. Sehingga portofolionya di akhir tahun menjadi Rp12.712.600 atau untung sebesar Rp712.600.

Jika Kamu Tidak Bisa Timing 

Sebenarnya pasti akan lebih untung jika ia membeli Lump sum/secara sekaligus di bulan Mei saat harganya mencapai bottom/titik rendah yaitu Rp1470. Dengan melakukan DCA, Chandra mendapatkan harga rata-rata di Rp1607. Sayangnya Chandra tidak pandai menebak kapan harga mencapai bottom dan rebound/naik kembali. 

Ternyata bukan hanya Chandra, banyak investor profesional juga kesulitan memperkirakan kapan waktu yang tepat untuk Buy on Weakness (BOW)/membeli saat harga rendah. Prediksi untuk memperkirakan waktu BOW disebut dengan timing.

Di tempat yang berbeda, Toni Wijaya, seorang kawan sekaligus mentor bagi Chandra cukup berhasil melakukan timing. Ia melakukan analisis teknikal dan menurut prediksinya harga terendahnya adalah Rp1.500. Dan ketika harga mencapai Rp1.500 ia langsung melakukan Lump Sum sama besarnya dengan total modal awal Chandra yaitu Rp12 juta. 

Setelah membeli, ternyata prediksinya sedikit meleset. Harga bottom yang terealisasi adalah Rp1.470 di bulan Mei. Ia sudah terlanjur membeli di Rp1.500 sebesar Rp12 juta dan mendapatkan 8000 unit. Memang analisis teknikal tidaklah sempurna karena prediksinya didasarkan pada performa harga di masa lalu. Walau demikian Toni cukup puas. Di akhir tahun harga pembelian menjadi Rp1.700. Dan nilai portofolionya menjadi Rp13.600.000. Toni lalu melakukan analisis teknikal lagi untuk memprediksi harga tertinggi untuk menjual miliknya. 

Setelah itu, Chandra pun berkonsultasi kepada Toni. Sebagai teman dan mentor, Toni diminta mengajarinya analisis teknikal. Pelan-pelan Chandra berusaha memahami analisis teknikal. Setelah mempelajarinya, Chandra merasa kesulitan. Ia merasa bahwa ia tidak terlalu tertarik menghabiskan waktu di depan grafik dan memantau pergerakan harganya dari waktu ke waktu. 

Belum lagi saat melakukan timing ia harus memiliki pengetahuan tentang pasar dan ekonomi secara mendalam dan memakan waktu cukup banyak. 

Bagi Chandra, strategi pembelian menggunakan metode DCA cukup baik. Tidak menghabiskan banyak waktu. Chandra merasa itu sangat mudah, ia cukup melakukan pembelian secara rutin atas reksa dana yang sudah ia yakini baik. 

Strategi DCA Baik untuk Pemula   

Dengan membeli secara rutin, kamu tidak perlu melakukan timing. Strategi ini akan berhasil dengan efektif ketika market sangat fluktuatif atau bahkan saat bearish/kurang menguntungkan seperti saat wabah virus Corona digaungkan oleh media.

Usut punya usut sebenarnya Chandra mau Lump Sum saja di bulan Desember sebelum ia memutuskan untuk DCA di bulan Januari. Padahal di bulan Desember sebelum ia DCA di Januari harga pembeliannya adalah Rp1.620. Untungnya Chandra melakukan DCA jadi harga rata-rata pembeliannya adalah Rp1.607, lebih rendah daripada Lump Sum di waktu yang salah.  Jika Chandra Lump Sum di Desember tentu keuntungan yang ia peroleh di Desember berikutnya tidak akan sebesar seperti sekarang. 

Jika kamu tidak bisa melakukan timing seperti Chandra maka jelas DCA lebih baik daripada pembelian lumpsum secara acak. Dengan pembelian secara DCA kamu bisa menghindari Lump Sum waktu yang salah dan kamu bisa meminimalisir risiko saat situasi kurang menguntungkan.

Artikel Terkait