Ekonomi

Bubble Ekonomi Patut Diwaspadai dalam Berinvestasi

Bubble Ekonomi

Ajaib.co.id – Istilah gelembung (bubble) ekonomi mungkin masih asing bagi sebagian orang. Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan bubble ekonomi? Apakah bubble ekonomi patut diwaspadai atau sebaliknya diharapkan?

Merujuk Investopedia, bubble ekonomi atau economic bubble merupakan suatu siklus ekonomi yang ditandai dengan peningkatan nilai suatu objek, terutama pada harga aset atau properti, yang sangat cepat.

Bak gelembung, peningkatan nilai suatu objek yang cukup cepat dan terus-menerus pada akhirnya akan ‘pecah’. Artinya, harga yang tadinya cukup tinggi pada suatu titik akan ‘terjun bebas’ menjadi sangat rendah.

Sesuai namanya, gelembung ekonomi awalnya terlihat ‘kecil’ atau tak mengkhawatirkan. Namun, dalam waktu relatif cepat, gelembung tersebut bisa membesar dan akhirnya ‘pecah’.

Lantas, apa yang terjadi pada negara yang mengalaminya setelah gelembung tersebut ‘pecah’? Nilai aset atau properti di negara itu akan ‘terjun bebas’.

Gelembung ekonomi adalah salah satu fenomena yang dapat terjadi pada negara manapun, baik yang memiliki perekonomian kuat atau lemah. Sayangnya, fenomena tersebut merupakan sesuatu yang buruk.

Jika dibiarkan atau tak segera teratasi, maka bubble ekonomi bisa menyebabkan perekonomian negara tersebut karut-marut. Selain itu, bubble ekonomi bisa terjadi berulang kali pada suatu negara.

Gelembung ekonomi dapat terjadi pada negara manapun, baik yang memiliki perekonomian kuat atau lemah. Amerika Serikat (AS) adalah salah satu negara yang pernah mengalaminya.

Pada tahun 2008 silam, krisis keuangan sempat terjadi di AS. Krisis di AS kala itu diawali dari bubble ekonomi, khususnya pada sektor properti. Krisis keuangan di AS waktu itu pun berdampak pada kondisi global.

Lalu, apa yang menyebabkan terjadinya gelembung ekonomi? Merujuk Moneyunder30, para ahli masih memperdebatkan penyebab gelembung ekonomi. Salah satu pendapat yang mengemuka adalah meningkatnya lini bisnis tertentu pada satu perusahaan yang mendongkrak pendapatan perusahaan di lini bisnis tersebut.

Peningkatan pendapatan ini membuat perusahaan memberikan bonus atau upah lebih tinggi kepada karyawannya. Para karyawan menggunakan bonus-bonus tersebut untuk membeli aset atau properti.

Permintaan aset dan properti tersebut pun kemudian meningkat. Meningkatnya permintaan berarti meningkat pula harga aset dan properti. Hal inilah yang lama-lama akan berubah menjadi gelembung.

Pendapat lain menyatakan kondisi ekonomi yang sedang likuid adalah penyebab bubble ekonomi. Kondisi ekonomi yang likuid ini membuat meminjam uang menjadi lebih mudah.

Orang-orang kemudian membeli aset dan properti dari pinjaman tersebut. Semakin banyak pinjaman untuk membeli aset dan properti dapat meningkatkan harga aset dan properti. Lalu, terjadilah economic bubble.

Sebagian ekonom mempunyai teori bahwa gelembung ekonomi muncul dari ketidakseimbangan dalam cara orang melihat kesempatan. Hal ini karena mereka mencoba untuk mengejar harga aset daripada membuat pembelian berdasarkan nilai intrinsik aset.

John Keynes, dalam bukunya yang berjudul “The General Theory of Employment, Interest and Money”, menyatakan, ada kecenderungan manusia untuk mengonsumsi sesuatu secara emosional, tanpa mempertimbangkan hal-hal lainnya.

Orang-orang, misalnya, cenderung membeli sesuatu karena harganya sedang naik. Orang-orang yang melakukan hal ini berharap kenaikannya akan berlangsung lama. Padahal, hal ini justru berpotensi memicu terjadinya bubble dalam siklus ekonomi.

Bubble ekonomi tidak langsung ‘pecah’. Artinya, ada sejumlah tanda sebelum bubble tersebut ‘pecah’. Alih-alih menunggu kapan bubble tersebut ‘pecah’, berikut adalah beberapa tanda yang dapat Anda waspadai.

Peningkatan harga dengan cukup cepat

Peningkatan harga yang cepat pada aset atau properti perlu diwaspadai karena hal tersebut dapat mengindikasikan terjadinya bubble.

Masuknya investor secara masif

Harga yang meningkat dalam waktu cepat tentu menarik perhatian banyak investor untuk menginvestasikan dananya di sektor tersebut. Di satu sisi, masuknya investor dalam instrumen investasi tertentu merupakan berita baik karena dapat mendukung pertumbuhan ekonomi.

Namun, di sisi lain, bila masuknya investor pada instrumen investasi tertentu secara masif, maka hal ini patut diwaspadai karena bisa mendorong terjadinya bubble.

Investasi tanpa analisis

Minim analisis, sekadar ‘ikut-ikutan’, atau larut dalam euforia dalam berinvestasi juga bisa mendorong terjadinya bubble ekonomi. Bila banyak orang yang berinvestasi karena didasari hal-hal tersebut, maka bubble ekonomi hanya tinggal menunggu waktu untuk terjadi.

Jika tertarik untuk berinvestasi di suatu sektor, maka Anda harus benar-benar tahu kapan untuk ‘keluar’ dan berakhir di tahap profit taking. Di sinilah pentingnya analisis dan pengalaman dalam berinvestasi. 

Kondisi global

Kondisi global bisa pula memicu bubble ekonomi pada suatu negara. Ancaman bubble, misalnya, saat ini dihadapi oleh Cina.

Mengutip Reuters, regulator perbankan dan asuransi terkemuka Cina mengatakan bank mewaspadai melonjaknya non-performing asset ketika negara itu membatalkan beberapa langkah bantuan yang diterapkan selama pandemi Covid-19. Belum lagi, tingkat gagal bayar pada beberapa perusahaan besar dan menengah dapat memperburuk keadaan.

Dampak yang ditimbulkan gelembung ekonomi juga memengaruhi berbagai bidang. Tak jarang,  bubble berdampak pada krisis ekonomi secara global. Dampak bubble ekonomi akan sangat terasa jika terjadi pada bidang-bidang yang cukup krusial, seperti aset atau saham. Bubble di sektor properti bahkan memberikan dampak yang lebih besar.

Hal berbeda justru terjadi pada sektor komoditas. Jika terjadi bubble pada minyak atau emas, contohnya, hal ini justru meningkatkan konsumsi masyarakat. Meningkatnya konsumsi pada komoditas, di satu sisi, berdampak baik terhadap aktivitas ekonomi.

Bubble ekonomi patut diwaspadai dalam kelangsungan bisnis ekonomi secara makro. Oleh sebab itu, sebaiknya segeralah bertindak begitu melihat tanda-tandanya saat menjalankan bisnis. Kerugian karena ‘pecahnya’ bubble ekonomi adalah harga yang jauh lebih mahal dan belum tentu akan terbayar kembali dalam waktu singkat.

Artikel Terkait