Ajaib
Menu

Investasi

Psikologi Investasi: Emosi, Bias, dan Cara Mengatasinya

SarifaNovember 5, 2025

investasi

Psikologi investasi adalah salah satu faktor kritis yang sering diabaikan, padahal pengaruhnya terhadap kinerja portofolio tak kalah besar dibanding analisis fundamental atau teknikal. Pada dasarnya, psikologi investasi mempelajari bagaimana emosi dan bias kognitif mempengaruhi keputusan finansial kita. Memahami hal ini, baik bagi investor pemula maupun yang sudah profesional, adalah kunci untuk menghindari jebakan-jebakan psikologis yang bisa merugikan. Artikel ini akan membahas berbagai emosi dan bias dalam berinvestasi, serta strategi praktis untuk mengelolanya.

Bagaimana Emosi Mempengaruhi Investasi

Pasar finansial tidak hanya digerakkan oleh angka dan data, tetapi juga oleh sentimen kolektif para pelakunya. Emosi seperti takut dan serakah sering kali menjadi dalang di balik keputusan investasi yang impulsif. Ketika pasar sedang naik, rasa serakah (greed) mendorong kita untuk membeli aset yang sudah mahal karena takut ketinggalan (FOMO). Sebaliknya, saat pasar jatuh, rasa takut yang berlebihan membuat kita menjual aset bagus dengan harga murah. Kombinasi antara ketakutan, keserakahan, dan kecenderungan untuk bertindak impulsif inilah yang sering kali merusak strategi investasi yang sudah direncanakan matang-matang.

Jenis Emosi yang Sering Muncul

Berikut adalah beberapa emosi paling umum yang menghantui para investor:

  • Fear of Missing Out (FOMO): Perasaan cemas karena takut ketinggalan keuntungan besar yang didapat orang lain. Emosi ini membuat kamu membeli aset secara membabi-buta, seringkali di puncak harga, tanpa melakukan analisis yang mendalam.
  • Greed (Keserakahan): Keinginan untuk mendapatkan keuntungan lebih besar dan lebih cepat, seringkali dengan mengabaikan risiko. Keserakahan membuat kamu bertahan terlalu lama dalam posisi yang menguntungkan, berharap profitnya akan terus membesar, alih-alih mengambil keuntungan secara disiplin.
  • Regret (Penyesalan): Rasa sesal karena membuat keputusan yang salah, seperti menjual terlalu cepat atau membeli terlalu lambat. Penyesalan dapat membuat kamu menjadi takut untuk mengambil keputusan lagi di masa depan, atau justru melakukan “revenge trading” untuk menebus kerugian.
  • Overconfidence (Terlalu Percaya Diri): Percaya bahwa kemampuan analisis atau prediksi kita di atas rata-rata. Bias ini berbahaya karena membuat kita mengabaikan manajemen risiko, melakukan trading terlalu sering, atau tidak melakukan diversifikasi.

Jenis-Jenis Bias Psikologis dalam Investasi

Selain emosi, otak kita juga dipenuhi dengan bias kognitif—pola penyimpangan penilaian yang terjadi secara sistematis. Berikut adalah bias-bias investasi yang perlu kamu waspadai:

  • Herding Bias (Ikut-Ikutan Tren): Kecenderungan untuk mengikuti apa yang dilakukan oleh orang banyak, seperti membeli saham yang sedang viral.
  • Loss Aversion Bias: Perasaan dimana dampak psikologis dari kerugian terasa lebih menyakitkan dibandingkan kebahagiaan dari keuntungan yang besarnya sama. Ini membuat kita cepat-cut loss pada saham bagus.
  • Overconfidence Bias: Seperti yang telah dijelaskan, merasa lebih pintar dari pasar.
  • Anchoring Bias: Terpaku pada harga tertentu di masa lalu (misalnya, harga beli) sebagai patokan, dan menggunakannya untuk mengambil keputusan, meskipun kondisi pasar sudah berubah.
  • Confirmation Bias: Kecenderungan untuk hanya mencari atau mempercayai informasi yang mendukung keyakinan atau keputusan kita sebelumnya, sementara mengabaikan informasi yang bertentangan.
  • Availability Bias: Mengambil keputusan berdasarkan informasi yang paling mudah diingat atau yang baru saja terjadi (seperti berita di media), bukan berdasarkan data yang komprehensif.
  • Self-Control Bias: Kurangnya disiplin untuk berpegang pada rencana investasi jangka panjang, sehingga mudah tergoda untuk melakukan transaksi jangka pendek.
  • Regret-Aversion Bias: Menghindari suatu tindakan karena takut akan menyesal kemudian, yang akhirnya menyebabkan kelumpuhan dalam pengambilan keputusan.
  • Representativeness Bias: Terlalu cepat menyimpulkan sesuatu berdasarkan pola atau pengalaman terbatas. Misalnya, mengira saham yang harganya naik 5 hari berturut-turut akan terus naik di hari ke-6.

Dampak Psikologi terhadap Kinerja Portofolio

Kumpulan emosi dalam investasi dan bias-bias ini, jika tidak dikendalikan, akan menyebabkan keputusan yang tidak rasional. Alih-alih “membeli saat murah dan menjual saat mahal,” kita justru sering terjebak melakukan hal sebaliknya: membeli di puncak euforia dan menjual di dasar kepanikan. Dalam jangka panjang, perilaku ini secara signifikan dapat menggerogoti kinerja portofolio. Misalnya, karena herding bias dan FOMO, kamu membeli saham teknologi di masa euphoria, lalu karena loss aversion, kamu menjualnya dengan rugi saat koreksi kecil terjadi. Akibatnya, kamu kehilangan peluang untuk pulih ketika pasar membaik.

Bagaimana Cara Mengatasi Bias dan Emosi dalam Investasi?

Untungnya, berbagai jebakan psikologi investasi ini bisa dikelola dengan pendekatan dan disiplin yang tepat. Berikut adalah strategi untuk menjadi investor yang lebih rasional.

Buat Rencana Investasi Tertulis

Rencana investasi yang tertulis adalah “konstitusi” pribadi yang akan membimbing setiap langkahmu. Tuliskan tujuan finansial (misal: dana pensiun, beli rumah), horizon waktu, toleransi risiko, dan strategi aset alokasi. Saat emosi mencoba mengambil alih, kembalilah ke rencana ini. Ini akan membantu melawan self-control bias dan impulsivitas, karena kamu sudah punya pedoman yang jelas.

Gunakan Diversifikasi Portofolio

Diversifikasi atau menyebarkan investasi ke berbagai jenis aset (saham, obligasi, reksa dana, dll) adalah cara terbaik untuk mengurangi risiko. Dari sisi psikologi, diversifikasi membantu meredam kecemasan. Ketika satu aset mengalami penurunan, kinerja aset lain dapat mengimbanginya. Ini mencegah kamu dari kepanikan dan membuat keputusan gegabah seperti menjual seluruh portofolio (loss aversion) hanya karena satu sektor sedang lesu.

Terapkan Aturan Stop Loss dan Target Profit

Stop Loss adalah perintah otomatis untuk menjual aset ketika harganya turun hingga level tertentu, guna membatasi kerugian. Sebaliknya, Target Profit adalah perintah untuk menjual saat profit telah mencapai level yang ditarget. Dengan kedua alat ini, kamu mengambil keputusan berdasarkan logika, bukan emosi. Ini sangat efektif untuk melawan greed (dengan mengambil profit) dan fear (dengan membatasi kerugian).

Lakukan Evaluasi Rutin

Jadwalkan evaluasi portofolio secara berkala, misalnya setiap 3 atau 6 bulan sekali. Pada saat evaluasi, tinjau kembali kinerja investasi terhadap rencana awal tanpa terpengaruh fluktuasi harian. Proses ini memaksa kamu untuk melihat gambaran besar dan membuat penyesuaian berdasarkan data, bukan berdasarkan availability bias atau gejolak emosi sesaat.

Fokus pada Tujuan Jangka Panjang

Pasar saham pasti akan mengalami naik turun (volatilitas) dalam jangka pendek. Dengan fokus pada tujuan jangka panjang (10-20 tahun ke depan), kamu akan lebih mudah mengabaikan “kebisingan” pasar dan berita-berita sensasional yang memicu FOMO atau panic selling. Ingatlah bahwa investasi adalah sebuah maraton, bukan lari sprint.

Baca Juga: Panduan Lengkap Cara Membeli dan Menjual Saham di Ajaib

Mulai Investasi Saham di Ajaib!

Ajaib adalah aplikasi investasi all-in-one, mulai dari Saham Indonesia, reksadana, obligasi, kripto, hingga saham Amerika. Ajaib hadir untuk memberikan pengalaman investasi yang lebih cepat, aman, dan handal. Yuk mulai berinvestasi di beragam instrumen di Ajaib. Proses pendaftarannya mudah dan 100% online. Sudah berizin dan diawasi OJK & BAPPEBTI.

Google Play StoreApple App Store

Tags :

#Investasi

Artikel Populer

Daftar 100% Online, Tanpa Minimum Investasi

Tentukan sendiri jumlah investasi sesuai tujuan keuanganmu!