Ajaib.co.id – Kini, seluruh dunia salah satunya adalah Indonesia sedang dilanda pandemi Virus Corona. Di mana, Virus ini bukan hanya menimbulkan ancaman pada kesehatan, namun juga akan memengaruhi ekonomi Indonesia. Di mana, sejak adanya virus ini sejak akhir Februari lalu, banyak perusahaan yang diminta untuk mengurangi jam operasionalnya, dan dihimbau untuk melakukan kegiatan di rumah aja.
Walau baru beberapa minggu hadir di Indonesia, virus ini telah memberikan dampak besar bagi ekonomi Indonesia. Terlihat dari rontoknya indeks saham, rupiah yang merosot, dan banyak juga pengusaha yang mengeluh susah berusaha.
Ekonomi Indonesia Menurun Efek Pandemi Virus Corona
Berdasarkan data yang dikutip dari Katadata.co.id, Lembaga keuangan dunia, ekonom, dan otoritas pemerintah telah membuat berbagai prediksi. Di mana, ekonomi Indonesia bisa masuk dalam skenario terburuk jika tidak mengatasi pandemi ini dengan benar.
Pada selasa, 24 Maret 2020, indeks harga saham gabungan ditutup turun 1,3 % di level 3.937. Sedangkan, sepanjang pekan ini, IHSG telah menyentuh posisi terendahnya sepanjang delapan tahun terakhir. Untuk mengatasi dampak Covid-19 di pasar modal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis beberapa kebijakan. Salah satunya, trading halt atau pembekuan selama 30 menit jika IHSG turun 5 %. Trading halt pertama kali sepanjang sejarah pasar modal Indonesia berlangsung pada 12 Maret dan telah terjadi lima kali sejak itu.
Selain itu, OJK juga telah meminta PT Bursa Efek Indonesia, PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia, dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia untuk memangkas waktu operasional. Hal ini sebagai salah satu langkah adaptasi dari kebijakan Bank Indonesia yang mempersingkat jam operasional BI Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).
Ekonomi Indonesia Menurun Karena Perang Dagang di Akhir 2019
Isu perang dagang China Amerika telah menjadi topik yang hangat dibicarakan. Seperti yang kita ketahui Presiden AS Donald Trump, telah mengundang banyak perhatian masyarakat dunia lewat sikapnya yang kontroversial. Kali ini, pasar modal kembali dikejutkan dengan adanya perubahan kebijakan dalam perang dagang China Amerika yang semakin memanas.
Salah satu kebijakannya yang kontroversial adalah menerapkan tarif yang besar untuk setiap produk China yang masuk ke Amerika Serikat (AS). Pada awal September 2019 lalu, tarif tersebut kembali dinaikkan oleh pihak AS. Kenaikan tarif tersebut mencapai 15% dari total US$ 125 miliar produk impor China yang masuk ke AS. Beberapa produk yang diincar adalah smart speaker, sepatu, dan bluetooth smartphone.
Dilansir dari The Guardian, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan tersebut, Presiden China Xi Jinping juga menaikkan tarif sebesar 10% hingga akhir 2019 kepada US$ 75 miliar produk AS yang masuk ke China. Salah satu negara yang merasakan efek dari perang dagang China Amerika adalah Indonesia. Lalu, bagaimana dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia?
Penyebab Perang Dagang
Awalnya, perang dagang kedua negara ini dimulai dari cuitan Donald Trump di akun Twitter miliknya pada 8 Mei 2019 lalu. Ia membeberkan kebijakan AS untuk menaikkan tarif produk dari China.
Hal tersebut menyebabkan perang dagang ini kian memanas. Sebelumnya, China dan Amerika telah bernegosiasi lewat rancangan kesepakatan.
Namun, kesepakatan tersebut sudah tidak berlaku lagi. China telah mengubah UU untuk menyelesaikan berbagai keluhan yang menyebabkan AS menyatakan perang dagang.
Tidak hanya itu, perang dagang China Amerika juga dipicu oleh berbagai hal. Berbagai konflik tersebut adalah perlindungan dan penerapan hukum atas pelanggaran HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) AS dan rahasia dagangnya, pemaksaan transfer teknologi oleh perusahaan yang berinvestasi di China.
Selain itu, ada juga subsidi dan preferensi kepada perusahaan yang berplat merah China, subsidi perkembangan industri dan teknologi yang sedang digarap di Made in China 2025, akses layanan keuangan, dan manipulasi mata uang.
Tindakan China tersebut membuat Donald Trup geram, kemudian langsung mengumumkan kebijakan barunya di akun Twitter.
Dampaknya Pada Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Kebijakan Donald Trump telah memberikan dampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Namun, perang dagang China Amerika lebih terasa bagi para investor di pasar modal.
Jika terjadi panic selling, maka beberapa saham perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) akan mengalami penurunan.
Kemudian, ekspor non-migas Indonesia ke China dan AS mencapai 25%. Sehingga, dampak negatif tersebut akan mempengaruhi permintaan pasar ekspor di Indonesia.
Dampak negatif yang terjadi dari perang dagang China Amerika adalah pengaruh kinerja emiten yang menjual atau mengekspor ke China dan AS, di mana jumlah ekspornya akan melemah.
Selain itu, neraca perdagangan dan mata uang rupiah juga akan melemah. Pada April 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis hasil Neraca Perdagangan Indonesia.
Dalam periode itu, jumlah ekspornya tercatat US$ 12,6 miliar atau Rp 175 triliun, dan melemah menjadi 13,1% YoY. Sementara untuk jumlah impornya, tercatat US$ 15,1 miliar atau Rp 210 triliun dan melemah menjadi 6,58% YoY.
Hal itu membuat Neraca Perdagangan pada April 2019 lalu, mencatatkan defisit hingga US$ 2,5 miliar atau setara Rp 3,4 triliun. Angka tersebut termasuk menjadi yang paling parah dalam sejarah Indonesia.
Itulah ulasan mengenai pertumbuhan ekonomi di Indonesia akibat perang dagang China Amerika. Perang dagang tersebut sebenarnya tidak memberikan dampak yang negatif, karena bisa saja memberikan peluang bagi sejumlah investor atau emiten.
Bacaan menarik lainnya:
Sadono Sukirno. (2012). Makroekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta: Rajawali Pers
Ajaib merupakan aplikasi investasi reksa dana online yang telah mendapat izin dari OJK, dan didukung oleh SoftBank. Investasi reksa dana bisa memiliki tingkat pengembalian hingga berkali-kali lipat dibanding dengan tabungan bank, dan merupakan instrumen investasi yang tepat bagi pemula. Bebas setor-tarik kapan saja, Ajaib memungkinkan penggunanya untuk berinvestasi sesuai dengan tujuan finansial mereka. Download Ajaib sekarang.