Ajaib.co.id – Pergerakan rupiah semakin superior dihadapan Dolar Amerika Serikat (AS) dengan penguatan selama 7 hari beruntun.
Melansir data CNBCIndonesia, rupiah di pasar spot pada penutupan Rabu (29/7/2020) ditutup menguat 0,07% ke Rp 14.470/US$.
Rata-rata semua mata uang utama Asia juga menguat. Adapun Mata uang terbaik Asia hari ini jatuh kepada won Korea Selatan yang menguat 0,58%.
Hawa positif untuk mata uang Sang Garuda didapat dari lelang tujuh seri obligasi dengan penawaran yang masuk mencapai Rp 72,78 triliun. Lebih tinggi dibandingkan lelang sebelumnya pada tanggal 14 Juli yang sebanyak Rp 61,16 triliun.
Dari dua kali lelang yang diselenggarakan terakhir, pemerintah hanya mengambil masing-masing pendanaan sebesar Rp22 triliun.
Lelang terakhir terdapat kelebihan permintaan (oversubscribed) sebanyak 3,6 kali. Hal ini menunjukkan minat investor terhadap obligasi pemerintah masih tinggi, artinya aliran modal berpeluang masuk ke dalam negeri yang menjadi penopang penguatan rupiah.
Sri Mulyani Ungkap Indonesia Bisa Lepas dari Resesi
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan skenario terbaru pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini. Indonesia bisa lolos dari jurang resesi dengan sejumlah catatan.
Mengacu pada pemberitaan bisnis.com, Sri Mulyani menyampaikan bahwa ekonomi Indonesia diperkirakan pemulihan akan sangat tergantung dengan penanganan Covid-19, terutama pada semester II, yaitu kuartal ketiga dan keempat tahun ini.
Apabila penanganan Covid-19 efektif dan berjalan seiring dengan pembukaan aktivitas ekonomi, tutur Sri Mulyani, kondisi ekonomi akan pulih pada kuartal III dengan pertumbuhan positif 0,4 persen dan pada kuartal IV akan akselerasi ke 3 persen.
“Kalau itu terjadi maka pertumbuhan ekonomi kita secara seluruh tahun akan bisa tetap di zona positif,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers usai Rapat Kabinet via video conference, Selasa (28/7/2020).
Menurutnya, hal tersebut yang tengah diupayakan oleh pemerintah agar Indonesia tetap ada dalam skenario pertumbuhan positif atau tidak jatuh pada zona resesi.
“Di mana pemulihan ekonomi tetap bisa berjalan pada zona positif pada kuartal IV antara 0 hingga 0,4 persen dan IV pada zona positif lebih tinggi, yaitu antara 2 persen hingga 3 persen. Sehingga total perekonomian kita masih bisa tumbuh positif di atas 0% untuk tahun ini,” tuturnya.
Apabila skenario tersebut berjalan, maka ekonomi Indonesia bisa lepas dari zona resesi. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi tercatat negatif hanya pada kuartal II/2020. Seperti diketahui ekonomi berada pada pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut maka dikatakan masuk zona resesi.
Oleh sebab itu, lanjut Sri Mulyani, desain dari APBN 2021 sekarang cenderung mengakomodir ketidakpastian dan kemungkinan pemulihan ekonomi yang masih sangat dipengaruhi oleh kecepatan penanganan Covid-19 sehingga desifit ditingkatkan dari yang sudah disepakati dalam pembahasan awal dengan DPR.
Seperti diketahui pemerintah telah menyampaikan kepada DPR bahwa rancangan defisit awal sebesar 4,17 persen dari PDB. Namun, dalam catatan kesimpulan pembicaraan awal tersebut DPR juga indikasikan defisit untuk tahun depan bisa dinaikkan menjadi 4,7% dari PDB.
“Di dalam sidang kabinet pagi hari ini, bapak presiden telah memutuskan akan memperlebar defisit menjadi 5,2% dari PDB, jadi lebih tinggi lagi dari desain awal yang sudah disepakati dan ada catatan dari DPR lebih tinggi dari 4,7%,” tutur Sri Mulyani. Sri Mulyani menambahkan bahwa dengan defisit 5,2% dari PDB pada 2021, maka pemerintah akan memiliki cadangan belanja sebesar Rp179 triliun guna mendukung pemulihan ekonomi nasional.