Banking

Mengenal Lebih Dekat UU Perbankan yang Berlaku di Indonesia

uu perbankan

Ajaib.co.id – Apakah kamu sudah tahu mengenai dasar hukum perbankan di Indonesia? Jika belum tahu, kamu bisa simak UU Perbankan yang berlaku di Indonesia berikut ini.

Dalam mengatur industri perbankan yang ada di Indonesia, negara Indonesia memiliki UU Perbankan yang menjelaskan tentang Bank Indonesia, kementerian keuangan, perbankan syariah, dan lain-lain. Hal ini memang diperlukan agar setiap lembaga keuangan bisa saling bahu-membahu untuk membangun ekonomi nasional secara langsung.

Sehingga, tak ada lagi tumpang tindih tugas dan tanggung jawab. Sebab, semuanya itu sudah diatur dalam UU Perbankan yang telah memiliki kekuatan secara hukum sebagai pedoman dan panduan dalam menjalankan tata kelola keuangan di Indonesia.

Bagi kamu yang penasaran apa saja Undang-Undang (UU) Perbankan yang berlaku di Indonesia, kamu bisa mengetahuinya melalui artikel berikut ini yang sudah redaksi Ajaib rangkum dari situs OJK.

Pengertian Bank Berdasarkan UU Perbankan

Sebelum kita membahas lebih jauh terkait Undang-Undang Perbankan di Indonesia, redaksi Ajaib ingin menjelaskan sedikit tentang apa itu Bank?

Menurut UU No.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana tersebut ke dalam bentuk pinjaman atau kredit bagi masyarakat.

Secara sederhana, bank juga dapat diartikan sebagai tempat untuk masyarakat menabung dengan aman, dan kemudian uang yang ditabung tersebut akan digunakan kembali oleh pihak bank untuk memberikan pinjaman dan kredit kepada masyarakat. Dalam UU No.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, berisikan tentang ketentuan umum perbankan yang berlaku di Indonesia.

Fungsi Bank Berdasarkan Undang-Undang Perbankan

Dalam Undang-Undang Perbankan juga telah disebutkan beberapa fungsi bank seperti:

1. Menghimpun Dana

Bank digunakan sebagai tempat untuk menghimpun dana dari masyarakat dan cara penghimpunannya dilakukan dengan mengadakan berbagai produk tabungan. Dengan produk penyimpanan berkualitas, maka masyarakat akan sadar mengenai pentingnya menyimpan uang di bank dan tidak hanya tabungan biasa. Bukan hanya dalam bentuk tabungan, bank juga seringkali menawarkan produk lainnya seperti program deposito, tabungan berjangka, dan sebagainya.

2. Salurkan Dana

Dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat tidak dibiarkan menumpuk di bank, namun dananya akan dikelola dan dikembangkan untuk menghasilkan keuntungan bagi nasabahnya.

Bank juga diselenggarakan dengan tujuan membantu pembangunan dan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia, sehingga bank memiliki wewenang untuk menyalurkan dana.

3. Layanan Jasa Bank

Bank tidak hanya memberikan layanan kredit untuk masyarakat, namun juga menyediakan berbagai layanan yang membantu masyarakat dalam melakukan transaksi keuangan.

Awalnya bank hanya menyediakan layanan transfer untuk memudahkan perputaran uang, namun semakin berkembangnya zaman, layanan yang dilakukan bank sangatlah beragam.

Kini masyarakat bisa menikmati layanan bank sudah sangat merata, sehingga masyarakat paling bawah dan dipedesaaan pun sudah memperoleh manfaatnya.

Di mana, nasabah perbankan bisa melakukan berbagai transaksi pembayaran dan pembelian menjadi lebih cepat. Selain itu, bank juga menyediakan layanan pembayaran telepon, pembelian tiket, pembayaran listrik dan berbagai layanan pembayaran lainnya.

UU Perbankan di Indonesia

1. UU Tentang Bank Indonesia

UU No.23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, menjelaskan mengenai definisi dan pengertian Bank Indonesia (BI), serta penggunaan mata uang rupiah (Rp) sebagai mata uang yang sah di Indonesia dan juga bagaimana cara ketentuan penggunaannya.

Selain itu, pada Undang-Undang ini juga dijelaskan beberapa hal mengenai Bank Indonesia di antaranya:

  • Status, tempat kedudukan, dan modal yang dimiliki. Bank Indonesia sebagai bank sentral independen, harus memiliki modal sekurang-kurangnya sebesar Rp2 triliun.
  • Tujuan dan tugas. Bank Indonesia memiliki tujuan dan tugas untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai tukar rupiah.Dengan cara mengatur sistem kelancaran pembayaran secara nasional.
  • Melaksanakan kebijakan moneter. Bank Indonesia memiliki wewenang dalam mengambil dan menetapkan kebijakan moneter.
  • Hubungan Internasional. Bank Indonesia perlu menjalin kerjsasama dengan bank sentral ataupun organisasi internasional lainnya.
  • Dewan Gubernur. Mekanisme pengangkatan dan pemberhentian Dewan Gubernur, serta mekanisme Dewan Gubernur mengambil keputusan dan lain sebagainya.

Itulah gambaran besar dari isi Undang-Undang No.23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia.

2. UU Tentang Jenis-Jenis Perbankan

Berdasarkan UU Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992, Bank merupakan suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Dalam Pasal 5 ayat (1) UU 7/1992 menyebutkan bahwa ada dua jenis bank yaitu:

a. Bank Umum

Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip ayariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

b. Bank Perkreditan Rakyat (“BPR”)

Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Menurut Muhammad Djumhana, dalam bukunya Hukum Perbankan di Indonesia, pembagian jenis bank tersebut hanya mendasarkan pada segi fungsi bank, dimaksudkan untuk memperjelas ruang lingkup dan batas kegiatan yang dapat diselenggarakannya. Kegiatan usaha BPR meliputi:

  1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
  2. Memberikan kredit;
  3. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah;
  4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito dan/atau tabungan pada bank lain.

Sedangkan ada hal-hal yang dilarang dilakukan oleh BPR, yaitu adalah:

  1. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;
  2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;
  3. Melakukan penyertaan modal;
  4. Melakukan usaha perasuransian;
  5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha.

3. UU Tentang Perbankan Syriah

Undang-Undang ini berisikan tentang bagaimana sistem perbankan syariah di Indonesia, hal-hal yang penting dibahas dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbangkan Syariah di antaranya:

  • Asas, tujuan, dan fungsi. Prinsip syariah dan fungsi bank syariah dalam pelaksanaan pembangunan nasional di Indonesia.
  • Kepemilikan, badan hukum, anggaran dasar, dan perizinan. Mengatur tentang tata cara dan persyaratan pendirian Bank Syariah.
  • Jenis dan Kegiatan Usaha. Mengatur jenis dan kegiatan usaha yang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah dalam perbankan.
  • Pengelolaan Risiko Perbankan Syariah. Mengelola risiko nasabahpada praktik perbankan syariah dengan prinsip mengenal dan melindungi nasabah.

Bukan hanya itu saja, melainkan ada pula terkait rahasia bank, sanksi administratif, penyelesaian sengketa, dll. Di mana, semua hal terkait praktik perbankan syariah sudah diatur dalam Undang-Undang ini.

4. UU Tentang Transfer Dana

Di Undang-Undang ini, kamu bisa menemukan aturan dalam ruang lingkup terkait transfer dana di perbankan. Beberapa hal yang dibahas dalam aturan perundang-undangan ini antara lain:

  • Pembatalan dan perubahan transfer dana.
  • Pengembalian dana.
  • Biaya transfer dana.
  • Perizinan penyelenggaraan transfer dana.
  • Sanksi.
  • Transfer dana harus diawasi oleh Bank Indonesia.
  • Dan lain-lain

Jadi, semua aturan atau tata cara mengenai mekanisme transfer dana hingga penyelesaian masalah sengketa yang terjadi sudah diatur secara jelas dan detail pada Undang-Undang No.3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana.

5. UU Tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar

Aturan ini mengatur ketentuan mengenai devisa yang bebas dimiliki oleh setiap penduduk Indonesia, dan juga cara penggunaan devisa tersebut. Dan juga, praktik sistem nilai tukar di Indonesia yang diatur oleh Bank Indonesia berdasarkan Peraturan Bank Indonesia. Selain itu, ketentuan pidana dan juga sanksi administratif kepada siapa pun yang melanggar.

6. UU Nomor 84 Tahun 1958 Tentang Pengubahan Pasal 16 dan 19 Undang-Undang Pokok Bank Indonesia (UU Nomor 11 Th 1953)

Undang-undang ini dibuat dan disetujui sebagai peraturan pokok terkait batas-batas kebijaksanaan pengendalian uang yang beredar di masyarakat, namun tidak menganggu tujuan untuk pembangunan sosial dan keseimbangan moneter. Di mana, jumlah uang yang beredar di masyarakat harus dijamin sebesar 20% dengan emas dan alat-alat pembayaran luar negeri.

Alat-alat pembayaran luar negeri yang diatur pada Undang-Undang ini seperti mata uang U.S., Kanada, Inggris, dan Swiss. Termasuk di dalamnya adalah dollar stretits, D.M., gulden, dan franc belgi.

7. Undang-Undang No.3 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia

Aturan-aturan yang terdapat di dalam Undang-Undang ini membahas mengenai bahwa Bank Indonesia adalah bank independen yang tidak boleh dicampuri urusannya oleh pemerintah melalui intervensi. Sehingga, kebijakan Bank Indonesia yang diputuskan dan diambil untuk kestabilan rupiah dan pembangunan nasional tidak adanya unsur kepentingan pribadi, melainkan berdasarkan kepentingan bersama.

8. UU tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

Pada tanggal 22 September 2004, Presiden Republik Indonesia mengesahkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagai suatu lembaga independen, yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Undang-undang tersebut mulai berlaku efektif sejak tanggal 22 September 2005, dan sejak tanggal tersebut LPS resmi beroperasi.

Siapa yang dijamin dalam UU ini?

  1. Simpanan yang dijamin meliputi giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lain yang dipersamakan.
  2. Simpanan nasabah Bank berdasarkan Prinsip Syariah yang dijamin meliputi:
    • Giro berdasarkan Prinsip Wadiah.
    • Tabungan berdasarkan Prinsip Wadiah.
    • Tabungan berdasarkan Prinsip Mudharabah muthlaqah atau Prinsip Mudharabah muqayyadah yang risikonya ditanggung oleh Bank.
    • Deposito berdasarkan Prinsip Mudharabah muthlaqah atau Prinsip Mudharabah muqayyadah yang risikonya ditanggung oleh Bank dan/atau
    • Simpanan berdasarkan Prinsip Syariah lainnya yang ditetapkan oleh LPS setelah mendapat pertimbangan LPP.
  3. Simpanan yang dijamin merupakan simpanan yang berasal dari masyarakat, termasuk yang berasal dari Bank lain.
  4. Nilai Simpanan yang dijamin LPS mencakup saldo pada tanggal pencabutan izin usaha Bank.
  5. Saldo tersebut berupa:
    • Pokok ditambah bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah, untuk Simpanan yang memiliki komponen bagi hasil yang timbul dari transaksi dengan prinsip syariah.
    • Pokok ditambah bunga yang telah menjadi hak nasabah, untuk Simpanan yang memiliki komponen bunga.
    • Nilai sekarang per tanggal pencabutan izin usaha dengan menggunakan tingkat diskonto yang tercatat pada bilyet, untuk Simpanan yang memiliki komponen diskonto.
  6. Saldo yang dijamin untuk setiap nasabah adalah hasil penjumlahan saldo seluruh rekening Simpanan nasabah pada Bank tersebut, baik rekening tunggal maupun rekening gabungan (joint account).
  7. Untuk rekening gabungan (joint account), saldo rekening yang diperhitungkan bagi satu nasabah adalah saldo rekening gabungan tersebut yang dibagi secara prorata dengan jumlah pemilik rekening.
  8. Dalam hal nasabah memiliki rekening yang dinyatakan secara tertulis diperuntukkan bagi kepentingan pihak lain (beneficiary), maka saldo rekening tersebut diperhitungkan sebagai saldo rekening pihak lain (beneficiary) yang bersangkutan.
  9. Saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu Bank adalah:
    • Seluruhnya, sejak tanggal 22 September 2005 sampai 21 Maret 2006.
    • Paling tinggi sebesar Rp 5 Miliar, sejak tanggal 22 Maret 2006 sampai 21 September 2006.
    • Paling tinggi sebesar Rp 1 Miliar, sejak tanggal 22 September 2006 sampai 21 Maret 2007.
    • Paling tinggi Rp100 Juta sejak tanggal 22 Maret 2007.

9. UU tentang Perlindungan Konsumen

UU Perlindungan Konsumen berupaya untuk melindungi nasabah dengan cara membuat batasan-batasan terhadap klausula baku yang tidak dapat dihindari di dalam dunia bisnis perbankan.

Menurut Pasal 1 angka 1 UU PK, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Di mana, Asas Perlindungan Konsumen menurut Pasal 2 UU No. 8 Tahun 1999 adalah Perlindungan konsumen berdasarkan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.

10. UU tentang Penyedia Informasi Mengenai Kemungkinan Timbulnya Risiko Kerugian

Pasal 29 ayat (4) UU 10/1998 menyatakan bahwa untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.

Penyediaan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian nasabah dimaksudkan agar akses untuk memperoleh informasi perihal kegiatan usaha dan kondisi bank menjadi lebih terbuka, sekaligus menjamin adanya transparansi dalam dunia Perbankan.

11. UU Perbankan Tentang Kerahasiaan Nasabah

Berdasarkan Pasal 1 angka 28 UU 10/1998, rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Kemudian, Pasal 40 ayat (1) dan (2) UU 10/1998 menyatakan: 

  1. Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.
  2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Pihak Terafiliasi.

Terdapat beberapa pengecualian untuk dapat dibukanya rahasia perbankan seperti yang dimaksud dalam “UU 7/1992”, yaitu:

  1. untuk kepentingan perpajakan,
  2. penyelesaian piutang bank yang diserahkan ke Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara (BUPLN/PUPN),
  3. kepentingan peradilan di dalam perkara pidana,
  4. perkara perdata antara bank dengan nasabahnya,
  5. tukar–menukar informasi antar bank, atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis, dan
  6. nasabah penyimpan telah meninggal dunia.

12. UU Perbankan tentang OJK

Berdasarkan Pasal 4 UU Republik Indonesia No 21 Tahun 2011 tentang OJK, tujuan dibuatnya OJK agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat.

Sedangkan, pada Pasal 5 dan Pasal 6 disebutkan bahwa OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Di mana tuugasnya adalah mengatur dan mengawasi kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Di mana, OJK memiliki beberapa wewenang seperti:

  1. menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini,
  2. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan,
  3. menetapkan peraturan dan keputusan OJK,
  4. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan,
  5. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK,
  6. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu,
  7. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan,
  8. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban,
  9. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan.

13. Undang-Undang Perbankan Lainnya

Selain 7 UU Perbankan yang disebutkan di atas, terdapat Undang-Undang Perbankan lainnya di antaranya:

  • Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Thn 1953 Tentang Penetapan Undang-Undang (UU) Pokok Bank Indonesia.
  • Undang-Undang No.13 Tahun 1968 Tentang Bank Sentral.
  • Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Sebagai Undang-Undang.
  • Peraturan Pemerintah Pengganti UU Republik Indonesia No.2 Thn 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No.23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia.

Demikianlah informasi yang bisa redaksi Ajaib sampaikan terkait UU Perbankan yang berlaku di Indonesia yang dikutip dari laman resmi OJK. Nah, dengan adanya UU perbankan ini, kamu sebagai nasabah tidak perlu khawatir untuk menabung atau menyimpan dana didalamnya.

Artikel Terkait