Ajaib.co.id – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau disebut pula dengan IDX Composite sedang terpuruk akibat pandemi virus corona (covid-19). Tak sedikit investor yang memantau IDX Composite, karena memengaruhi keputusan berinvestasi di masa krisis.
IDX Composite merupakan indeks pasar saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menunjukkan pergerakan seluruh saham dan saham preferen. Sebagai indikator pergerakan saham, indeks ini diperkenalkan pertama kali pada 1 April 1983 dengan hari dasar perhitungan 10 Agustus 1982, nilai dasar 100, dan jumlah saham dari 13 emiten.
Selain IDX Composite, BEI memiliki 34 indeks lain. Di antaranya indeks LQ45, IDX80, IDX30, IDX Value30, dan Jakarta Islamic Index.
Fungsi IDX Composite
IDX Composite tak sekadar menampilkan pergerakan saham dari hari ke hari. Namun indeks ini setidaknya memiliki tiga fungsi dilansir dari wartaekonomi.co.id (11/03/2019).
Pertama, pergerakan pasar. Pergerakan IDX Composite merepresentasikan pasar saham saat itu. Bila grafiknya naik atau tren meningkat, harga saham emiten naik yang mengindikasikan bahwa kondisi bursa saham dalam kondisi sehat. Namun jika grafik menurun, harga saham tengah terkoreksi.
Meski demikian tidak semua emiten mengikuti pergerakan IDX Composite. Karena indeks tersebut menghitung seluruh saham yang ada di BEI. Bisa jadi saham yang kamu miliki justru naik, walau indeks turun. Hal ini juga sebaliknya.
Kenaikan indeks dapat memengaruhi keputusan investor dalam menanamkan modalnya. Pasalnya, kondisi tersebut merupakan waktu penting untuk melihat kembali portofolio saham. Seperti berapa capital gain yang bisa direalisasikan atau apakah saat yang tepat untuk menjual saham. Namun ketika indeks naik, harga saham naik, investor akan sangat berhati-hati dalam membeli saham karena harganya akan mahal.
Saat indeks turun dan harga saham terkoreksi, inilah momen yang tepat untuk berinvestasi. Terlebih jika harga saham turun memiliki fundamental baik. Karena investor dapat membelinya dengan harga murah. Ketika ekonomi stabil, saham berfundamental baik akan cepat pulih dan harganya cenderung naik.
Kedua, mengukur pertumbuhan. IDX Composite dapat berfungsi sebagai pengukur pertumbuhan pasar saham. Misal pada 2010, indeks berdiri di level 2,600 dan lima tahun kemudian berada pada level 5,200. Ini artinya, indeks tumbuh 2,600 atau 100 persen dalam lima tahun. Jika dihitung pertumbuhan per tahun, kenaikan indeks sebesar 20 persen. Hal tersebut juga menggambarkan potensi investasi saham.
Ketiga, standar penilaian. Bagaimana dengan portofolio investasimu? Apakah sudah menunjukkan kenaikan? Berapa persen harus naik? Kenapa imbal hasil turun? Di sini, indeks berfungsi sebagai standar penilaian.
Jika standar penilaian berdasarkan IDX Composite, investasi saham tumbuh 20 persen per tahun, setidaknya portofoliomu – baik saham maupun reksa dana – menunjukkan kenaikan minimal 20 persen. Bagaimana jika di bawah itu, ada baiknya kamu mengubah portofolio untuk memperoleh imbal hasil potensial.
Ketika ingin mengoleksi portofolio baru, lakukan perhitungan tepat, pelajari fundamental saham, dan sesuaikan dengan tujuan berinvestasi. Namun bagaimana investasi saat pandemi seperti ini?
Keputusan Berinvestasi di Masa Krisis
Nilai IDX Composite bisa memengaruhi keputusan berinvestasi. Begitu pula saat krisis akibat pandemi virus corona (covid-19) seperti ini. Tak sedikit investor yang butuh waktu lama untuk menimbang-nimbang dalam berinvestasi.
Bila kamu tetap ingin berinvestasi di tengah pandemi, pilih instrumen yang sesuai dengan profil risiko serta tujuanmu. Berdasarkan profil risiko, ada investor yang bertipe konservatif, moderat, dan agresif.
Konservatif
Investor bertipe konservatif ingin investasi yang aman-aman saja. Ia tak mau rugi, meski kondisi krisis, portofolio yang turun tak terlalu merugikannya. Investasi buat si konservatif adalah deposito dan reksa dana pasar uang. Investasi tersebut tidak memberikan imbal hasil tinggi (malah cenderung rendah dibanding instrumen lain), tetapi nilainya stabil, dan dapat digunakan sebagai investasi jangka pendek.
Saat ini, deposito memberikan bunga rata-rata empat-lima persen. Hal itu tergantung dana (minimal Rp10 juta) dan tenor (satu, tiga, enam, 12, hingga 36 bulan). Meski demikian bunga deposito bisa berubah-ubah sesuai kebijakan Bank Indonesia (BI).
Sedangkan reksa dana pasar uang memberikan imbal hasil rendah tetapi konsisten serta likuiditasnya tinggi. Imbal hasil reksa dana pasar uang sekitar tiga-sembilan persen. Untuk mengetahui investasi reksa dana lebih lanjut, cek Ajaib.
Moderat
Investor moderat, pada umumnya menginginkan imbal hasil lebih tinggi meski risikonya sedikit meningkat. Instrumen yang cocok untuk moderat adalah obligasi dan reksa dana pendapatan tetap.
Obligasi merupakan surat utang berjangka yang diterbitkan oleh pemerintah maupun korporasi. Obligasi pemerintah memberikan kupon tujuh-delapan persen. Reksa dana pendapatan tetap sama seperti obligasi. Investasi ini akan mengalokasikan dana investor ke dalam obligasi minimal 80 persen.
Imbal hasilnya sekitar lima-10 persen. Perbedaan keduanya adalah dana investasi yang dikeluarkan. Jika obligasi, investor harus merogoh kocek minimal Rp1 juta dan reksa dana pendapatan tetap minimal Rp100,000.
Agresif
Investor agresif akan berinvestasi pada saham atau reksa dana saham. Investasi tersebut menawarkan imbal hasil tinggi, tetapi risikonya juga tinggi. Saham cocok untuk tujuan investasi jangka panjang.
Sebagai investor saham, setidaknya kamu harus menguasai analisis fundamental dan teknikal untuk mendapatkan saham dengan valuasi murah. Sehingga keuntungan yang didapat bisa optimal.
Ikuti juga kabar terkini mengenai pasar modal serta ekonomi domestik dan global. Karena dari hal tersebut, kamu bisa memutuskan akan menjual, membeli, atau mempertahankan portofolio saham.
Meski Indonesia masih berjibaku dengan pandemi, investasi bisa dilakukan di mana saja termasuk #dirumahaja. Yakinlah bahwa situasi sulit ini segera berlalu. Dan Indonesia mampu bangkit dari keterpurukan.