Milenial

Gaya Hidup Modern ala Orang Jepang Ini Bisa Kamu Adaptasi

Gaya Hidup Modern ala Orang Jepang Ini Bisa Kamu Adaptasi

Ajaib.co.id – Gaya hidup modern ala orang Jepang memang menjadi tauladan untuk banyak orang. Karena, orang-orang di Negeri Sakura ini memang cukup efektif dan efisien dalam menjalankan hidup mereka. Jika kamu mau, kamu juga bisa memiliki gaya hidup modern ala orang Jepang.

Budaya Jepang telah banyak berubah selama ribuan tahun, dari Periode Jōmon prasejarah negara itu, menjadi budaya modern kontemporernya, yang menyerap pengaruh dari Asia, Eropa, dan Amerika Utara.

Budaya asli Jepang berasal terutama dari orang-orang Yayoi yang menetap di Jepang antara 1000 SM hingga 300 Masehi. Budaya Yayoi dengan cepat menyebar ke pulau utama Honshu, bercampur dengan budaya asli Jōmon. Bahasa Jepang modern diperkirakan memiliki 80% Yayoi dan 20% leluhur Jōmon.

Penduduk Jepang mengalami periode isolasi yang relatif lama dari dunia luar selama lebih dari 220 tahun selama shogun Tokugawa hingga kedatangan “Kapal Hitam” dan periode Meiji.

Saat ini, budaya Jepang berdiri sebagai salah satu budaya terkemuka. Gaya hidup modern ala orang Jepang telah dikenal sebagai budaya paling terkemuka di seluruh dunia, terutama karena jangkauan global dan menjadi popular culture.

Kehidupan Modern

Kini Jepang dikenal sebagai salah satu negara Asia yang maju dan modern. Hal ini tidak lepas dari prinsip-prinsip dan gaya hidup orang Jepang yang telah membudaya dalam masyarakatnya. Tidak heran ketika memikirkan tentang Jepang, kita hanya akan membayangkan keharmonisan. Tahukah kamu kalau ternyata gaya hidup masyarakat Jepang membantu kemajuan Negara?

Diperlukan peran serta masyarakat untuk membuat sebuah negara terus maju dan berkembang. Dalam hal ini, gaya hidup orang Jepang memiliki pengaruh besar dalam kemajuan bangsanya. Berikut adalah fakta mengenai karakter yang telah menjadi gaya hidup modern ala orang Jepang.

Selalu Tepat Waktu

Di Jepang, orang-orang sangat menghargai waktu dan bersikap disiplin. Hal ini diterapkan dalam setiap hal baik itu hal-hal terkait profesionalitas maupun aspek paling sehari-hari. Kita akan jarang sekali menemukan orang yang terlambat baik itu baik ke sekolah, bekerja atau bahkan janji bertemu teman. 

Menariknya, transportasi publik hampir selalu datang dan berangkat dengan tepat waktu. Sebuah perusahaan kereta api bahkan pernah meminta maaf lataran kereta berangkat terlambat 25 detik dari jadwal seharusnya.

Jika ada gangguan dalam perjalanan yang menyebabkan keterlambatan, perusahaan transportasi akan menyediakan slip permintaan izin atas keterlambatan. Slip ini dapat diberikan kepada atasan di perusahaan sehingga karyawan yang terlambat diberikan toleransi atas keterlambatannya.

Selain itu, karakter orang Jepang juga sangat disiplin dan menaati peraturan. Orang-orang yang melanggar peraturan akan mendapat pandangan yang buruk dan tidak dimaklumi dengan mudah. Obsesi Jepang untuk selalu tepat waktu sering dipandang sebagai hal unik oleh wisatawan dan sudah menjadi satu kebiasaan terbesar negara yang dikenal disiplin ini.

Setelah mengulik lebih dalam, keterlambatan di tempat kerja memiliki dampak nyata pada perekonomian suatu negara, lho! Menurut laporan Heathrow Express 2017, di Inggris, para pekerja yang datang terlambat merugikan perekonomian hingga 9 miliar poundsterling atau Rp 170,6 triliun setahun.

Angka yang fantastis, bukan? Lebih dari separuh orang yang disurvei dalam laporan itu mengatakan mereka datang terlambat ke tempat kerja dan rapat secara teratur. Di Amerika Serikat, keterlambatan juga memberikan dampak buruk bagi perekonomian.

Sekolah, pabrik, dan kereta api memberlakukan ketepatan waktu secara ketat. Mereka adalah lembaga utama yang mempelopori perubahan sosial ini. Pabrik mengadopsi Taylorism, sistem manajemen pabrik yang menghemat efisiensi dan produktivitas tenaga kerja dengan menciptakan jalur perakitan dan ban berjalan.

Pada masa itu, jam tangan menjadi barang populer, dan konsep sehari 24 jam menjadi akrab bagi warga. Menurut peneliti waktu Ichiro Oda, pada saat itulah orang Jepang menyadari “waktu adalah uang”. Pada 1920-an, ketepatan waktu diabadikan dalam propaganda negara.

Berbagai poster soal ketepatan dan cara penghematan waktu disebar. Misalnya bagaimana cara perempuan menata rambut dalam lima menit jika tak ada acara khusus.

Sejak saat itu, ketepatan waktu dikaitkan dengan produktivitas di perusahaan dan organisasi, kata Makoto Watanabe, associate professor komunikasi dan media di Hokkaido Bunkyo University. “Jika karyawan terlambat, perusahaan akan rugi,” katanya.

Kerja Keras

Sama dengan Korea, Jepang dikenal dengan kerja keras masyarakatnya. Mereka menghargai setiap pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan serta akan bekerja keras untuk menyelesaikannya dengan sebaik mungkin. Karena itulah mereka juga akan mendedikasi waktu mereka untuk fokus pada pekerjaan. Hal tersebut sukses membawa Jepang sebagai salah satu negara Asia yang maju secara teknologi dan ekonomi.

Kerja keras seolah telah menjadi bagian budaya kerja di perusahaan-perusahaan dimana karyawan terbiasa lembur. Mereka akan bekerja lebih lama dari jam kerja seharusnya, dan orang-orang yang selalu pulang tepat waktu akan mendapat tanggapan negatif. Selain itu, orang Jepang jarang mengambil jatah cuti tahunannya untuk berlibur atau beristirahat.

Budaya bekerja ini membuat pemerintah menghadapi masalah baru yaitu meningkatnya kasus kematian akibat terlalu banyak bekerja yang disebut koroshi. Kasus koroshi termasuk meninggal bunuh diri karena pekerjaan dan meninggal akibat penyakit-penyakit yang berhubungan dengan stres seperti serangan jantung.

Jepang memiliki jam kerja yang panjang. Para pekerja di hampir seperempat total perusahaan di negeri Sakura harus bekerja lembur tanpa dibayar sebanyak 80 jam per bulannya.

Para pekerja keras berlebihan ala korporasi macam ini disebut dengan istilah “salaryman.” Salaryman adalah seseorang yang terlalu berdedikasi terhadap perusahaannya, dan mencari atau pindah seumur hidupnya.

Selain menjadi “budak” kantor, dia juga masih berpartisipasi dalam berbagai kegiatan pasca jam pulang kantor, seperti minum-minum bersama rekan kerja dan lain sebagainya. Tanpa cukup waktu untuk benar-benar beristirahat.

Dilansir CNBC International, sebuah survey pada 2007 juga mengungkapkan, meski para pekerja mendapatkan jatah cuti resmi sebanyak 20 hari dalam setahun, mereka hanya memanfaatkan setengahnya. Uniknya lagi, sebuah studi mengatakan bahwa 63% pekerja Jepang merasa bersalah mengambil jatah cuti mereka.

Tapi Mengapa Semua Ini Bisa Terjadi?

Orang Jepang memang dikenal memiliki etos kerja yang tinggi. Hal ini kemungkinan berawal dari pertumbuhan ekonomi yang drastis dari negara itu pada era 1950-an.

Hal yang kerap disebut sebagai “keajaiban ekonomi” inipun membuat Jepang meroket menjadi negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Budaya korporasi di Jepang menganggap kesuksesan perusahaan sebagai kesatuan jauh lebih penting dari perorangan.

Tapi apakah jam kerja yang panjang berpengaruh pada tingkat produktivitas? Nyatanya tidak. Malah, tingkat produktivitas Jepang merupakan yang terendah diantara negara-negara ekonomi maju yang tergabung dalam G7 lainnya yaitu Amerika Serikat, Prancis, Jerman, Italia, Inggris, dan Kanada.

Jadi, semua yang berlebihan itu tidak baik. Buat apa bekerja keras tapi kita tidak bisa menikmati hasilnya dengan keluarga tercinta?

Sopan

Orang Jepang sangat memperhatikan etika ketika berhubungan dengan orang lain. Hal ini terlihat dari bagaimana perbedaan penggunaan bahasa saat berbicara dengan teman, orang tua atau orang yang lebih dihormati.

Sudah menjadi sebuah norma sosial bahwa setiap orang Jepang harus pandai menempatkan diri dan bersikap dalam masyarakat. Mereka akan sangat menghargai lawan bicara dan cenderung bersikap sangat positif kepada orang-orang di luar keluarga atau teman dekat.

Upacara minum teh yang sudah menjadi tradisi di negara Jepang adalah salah satu asal muasal kebiasaan orang Jepang yang begitu sopan. Ketika upacara minum teh diadakan, tuan rumah akan menyiapkan upacara itu dengan sepenuh hati untuk tamunya.

Misalnya dengan memilih alat minum teh, bunga, hingga dekorasi yang pantas untuk tamunya tanpa pamrih. Tamunya pun menghargai persiapan tuan rumah dengan melakukan tindakan yang menunjukkan rasa terima kasih. Dari hal tersebut, terciptalah keseimbangan dan harmoni yang baik.

Perilaku tuan rumah dan tamunya dalam upacara minum teh kemudian dipraktekkan juga ke kehidupan sehari-hari. Misalnya dengan menggunakan masker ketika flu agar tidak menulari yang lain, staf restoran akan menyapa sambil menunduk lalu mengucapkan selamat datang dengan sepenuh hati, dan sebagainya.

Ada banyak karakter gaya hidup modern ala orang Jepang lainnya yang dapat kamu ikuti untuk menjadi pribadi yang lebih baik, namun jangan lupa untuk miliki pembatas diri, ya!

Artikel Terkait