Chainlink adalah sebuah platform jaringan oracle. Melalui jaringannya, Chainlink dapat menghubungkan perusahaan non-blockchain dengan jaringan blockchain. LINK adalah koin native dari Chainlink yang bisa ditransaksikan, disimpan di staking, atau digunakan di jaringan Ethereum.
Secara teknis, jaringan oracle milik Chainlink dapat menjadi penengah antara smart contract dan database, dataset, maupun API di luar blockchain. Hal ini terbukti penting untuk mendorong penggunaan blockchain di dunia nyata. Chainlink telah berhasil mendukung 1.000+ integrasi, menghubungkan 700+ jaringan, dan melindungi lebih dari US$75 miliar aset dari aplikasi keuangan DeFi seperti Synthetix, Aave, Compound, dan lain-lain.
Sergey Nazarov, rekan pendiri dan CEO Chainlink, mendirikan proyek jaringan oracle di tahun 2017 bersama Steve Ellis. Chainlink kemudian meluncurkan penawaran koin perdana atau ICO untuk LINK di tahun yang sama. Meski Chainlink adalah jaringan oracle dan bukan blockchain, para petinggi Chainlink berencana untuk meluncurkan staking bagi pemegank LINK di tahun 2022 untuk memberi insentif lebih bagi pemegang LINK dan mengamankan jaringan.
Potensi penggunaan Chainlink sangat besar karena Chainlink berhasil membuka peluang bagi blockchain untuk berbagi data ke luar jaringan dengan aman. Chainlink telah digunakan untuk menyebarkan NFT, meluncurkan DeFi, mengatur suplai aset kripto, dan lain sebagainya. Pengguna Chainlink pun dapat mengakses jaringan besar seperti Ethereum, Solana, dan Terra untuk proyek mereka.
Jika kamu memiliki LINK, kamu dapat menggunakannya di jaringan Ethereum, menukarnya di platform pertukaran aset kripto, atau staking untuk mendapat insentif.
Laporan keuangan LINK tahun 2023 telah terbit. LINK berhasil mencatatkan pendapatan sebesar Rp3.933.679.000.000 pada tahun ini. Pendapatan ini turun 10.00% dari tahun sebelumnya sebesar Rp4.370.781.000.000.
Pada tahun ini LINK meraup profit sebesar Rp-532.984.000.000, total profit ini turun 321.00% dibandingkan tahun lalu sebesar Rp240.717.000.000.
Dengan total pendapatan dan profit LINK pada tahun ini, LINK mencatat profit margin sebesar -0.14% atau lebih kecil dari tahun lalu yang sebesar 0.06%.
Saham itu katanya forward looking, nah ini ane nemu 3 saham yang diproyeksiin mampu raih growth laba bersih sekitar 20-70% per tahun selama 2 tahun ke depan (2024 dan 2025). Tapi, kondisi sahamnya lagi surem (ada yang nggak sih, tapi tetep surem di level rendah).
#1 $BJTM
Jujur agak kaget pas liat proyeksi laba bersih BJTM di 2025 bakal jadi Rp4 triliun. Padahal di 2023 aja sekitar Rp1 triliunan. Ini yang paling agresif proyeksinya, sedangkan posisi harga sahamnya lagi tertekan karena siklus suku bunga tinggi.
#2 ERAA
Ini saham udah downtrend terus sideways sejak pertengahan 2021 hingga saat ini. Padahal, dari periode itu sampai sekarang, ERAA menjadi salah satu emiten yang prospektif. Untuk itu, kami menilai cukup make sense menilai ERAA bisa mencatatkan growth pertumbuhan laba bersih sekitar 24% di 2025.
Syaratnya, beberapa ekspansi yang dilakukan sudah memberikan kontribusi pendapatan yang lumayan. Kalau berujung ambyar, ya susah. Soalnya utang jangka pendek mereka juga gede nih, meski agar bisa ambil banyak barang dan dapat diskon gitu dari principalnya.
#3 $EXCL
Nah, si EXCL ini juga salah satu emiten yang agresif ekspansif, setelah akuisisi $LINK , EXCL dikabarkan mau akuisisi merger dengan $FREN . Meski aksi korporasi yang terakhir belum kebayang gimana urus utangnya, tapi kayaknya bisa ada perjanjian Sinarmas yang kudu nanggung utang di masa lalu tuh.
Hasilnya, nanti Sinarmasdan Axiata akan berbagi saham di EXCL. Seperti ISAT dengan TRI sebelumnya. Dan posisi harga saham EXCL ini masih murah lho.
Nah, dari 3 ini mana yang menurutmu menarik?
Untuk detail ulasannya, kamu bisa baca di sini: https://www.mikirduit.com/prospek-3-saham-yang-diproyeksikan-raih-laba-jumbo-di-2025/