Berita

Surplus Neraca Dagang RI US$4,37 M di September 2021

Sumber: Freepik

Ajaib.co.id – BPS menyatakan neraca perdagangan RI berhasil surplus US$4,37 miliar secara bulanan pada September 2021. Lebih tinggi dari US$2,44 miliar pada September 2020 lalu. Secara keseluruhan, akumulasi surplus neraca dagang Indonesia mencapai US$25,07 miliar pada Januari hingga September 2021.

“Surplus mencapai sebesar US$4,37 miliar. Neraca perdagangan RI ini secara 17 bulan membukukan surplus secara terus-menerus. Surplus terbesar dari bahan bakar mineral, lemak hewan atau nabati, serta besi dan baja,” tutur Kepala BPS Margo Yuwono saat rilis data neraca perdagangan periode September 2021, Jumat (15/10).

Margo mengatakan surplus neraca dagang RI terjadi karena nilai ekspor mencapai US$20,6 miliar pada kinerja September 2021 atau turun 3,84% dari US$21,43 miliar pada kinerja Agustus 2021. Secara tahunan, nilainya melesat naik 47,64% dari US$13,96 miliar pada kinerja September 2020 kemarin.

Kemudian nilai impor RI mencapai US$16,23 miliar. Nilainya mengalami penurunan 2,67% dari US$16,68 miliar pada bulan sebelumnya. Secara tahunan, nilai impor RI melesat 40,31% dari US$11,57 miliar pada September 2020 kemarin.

Berdasarkan negaranya, surplus dagang terjadi dari Amerika Serikat (AS) mencapai US$1,57 miliar. Diikuti dari India dan Filipina, masing-masing US$718,6 juta dan US$713,9 juta. Sementara defisit dagang terjadi pada perdagangan dengan Australia sebesar US$529,7 juta, Thailand US$346,8 juta, dan pada China US$247,2 juta.

Ekspor

Secara lebih detail, kinerja ekspor RI ditopang oleh ekspor minyak dan gas (MIGAS) sebesar US$930 juta atau ada penurunan 12,56% pada bulan sebelumnya. Kendati menurun, namun harga minyak mentah (ICP) sebenarnya tengah meningkat dari US$67,8 per barel pada bulan Agustus 2021 menjadi US$72,2 per barel pada bulan September 2021.

Sementara ekspor nonmigas mencapai US$19,67 miliar atau berkurang 3,58%. Nilai ekspor nonmigas turun meski ada kenaikan harga komoditas di pasar internasional.

“Kenaikan harga komoditas nonmigas yaitu ada batu bara, aluminium, minyak kernel, minyak kelapa sawit. Kenaikan terbesar pada batu bara,” tuturnya.

Berdasarkan sektor, ekspor industri pertanian naik 15,04% menjadi US$390 juta dan ekspor pertambangan dan lainnya meningkat 3,46% menjadi US$3,77 miliar. Tapi, ekspor industri pengolahan turun 5,29% menjadi US$15,51 miliar. Total ekspor nonmigas mencapai 95,47% dari total ekspor Indonesia pada bulan lalu.

Berdasarkan kode HS, peningkatan ekspor terjadi di komoditas besi dan bahja, bahan bakar mineral, kendaraan dan bagiannya, mesin/peralatan mekanis dan bagiannya, serta nikel dan barang daripadanya. Sementara penurunan ekspor terjadi di komoditas lemak dan minyak hewan/nabati, timah dan barang darpadanya, berbagai produk kimia, logam mulia dan perhiasan/permata serta bahan kimia anorganik.

Berdasarkan tujuan ekspor, ekspor Indonesia meningkat ke negara Taiwan mencapai US$205,6 juta, Filipina US$104,4 juta, Amerika Serikat US$87,7 juta, Thailand US$61 juta, dan Spanyol US$56,2 juta. Sedangkan ekspor turun ke India sebesar US$482,5 juta, China US$236,5 juta, Pakistan US$132,1 juta, Belanda US$116,8 juta, dan ada Jepang US$107,7 juta.

“Peningkatan ekspor ke Taiwan ada besi dan baja serta bahan bakar mineral. Sementara ekspor ke India karena komoditas lemak dan minyak hewan/nabati dan pupuk,” tuturnya.

Pangsa ekspor RI tidak berubah, yakni terbanyak masih ke negara China mencapai US$4,54 miliar atau setara 23,1% dari total ekspor Indonesia pada Agustus 2021. Setelah itu ke AS dan Jepang, masing-masing 11,9% dan 7,83%.

Secara keseluruhan, ekspor Januari hingga September 2021 mencapai US$164,29 miliar. Jumlahnya naik hingga mencapai 40,38% dari US$117,03 miliar pada Januari hingga September 2020.

Dari sisi impor, impor migas sebesar US$1,86 miliar atau turun 8,9% dari US$2,05 miliar pada bulan sebelumnya. Sementara impor nonmigas senilai US$14,37 miliar atau turun 1,8% dari Agustus 2020.

Berdasarkan jenis barang, impor konsumsi turun 5,28% menjadi US$1,79 miliar, bahan baku/penolong berkurang 2,27% menjadi US$12,09 miliar, dan barang modal turun 2,66% menjadi US$2,35 miliar.

Tapi secara tahunan, semuanya naik, masing-masing meningkat 59,66%, 45,46%, dan 10,07%. Mayoritas impor RI berupa bahan baku/penolong mencapai 74,51% dari total impor bulan lalu.

Berdasarkan kode HS, kenaikan impor berasal dari komoditas bahan bakar mineral, mesin/peralatan mekanis dan bagiannya, barang dari besi dan baja, logam mulia dan perhiasan/permata, dan pupuk.

Sementara penurunan impor berasal dari komoditas mesin/perlengkapan elektrik dan bagiannya, ampas dan sisa industri makanan, berbagai produk kimia, gula dan tembang gula, serta biji dan buah mengandung minyak.

“Peningkatan umpor bahan bakar mineral dari impor olahan batu bara dari Australia, India, dan Rusia. Sedangkan penurunan impor mesin dari China, Finlandia, dan Korea Selatan,” katanya.

Berdasarkan negara asal impor, impor meningkat dari Ukraina mencapai US$139,9 juta, Australia US$87,5 juta, Jepang US$78 juta, Thailand US$73,8 juta, dan Italia US$72,3 juta. Sebaliknya, penurunan impor terjadi dari China sebesar US$518,2 juta, India US$148,8 juta, Korea Selatan US$118,6 juta, Brasil US$74,2 juta, dan ada Finlandia US$68,3 juta.

“Impor terbesar dari Ukraina, penyumbangnya adalah serelia, besi dan baja, mesin/perlengkapan elektrik dan bagiannya. Kalau dari China penurunannya dari mesin/peralatan elektrik dan bagiannya, berbagai produk kimia, dan buah-buahan,” terangnya.

Pangsa impor Indonesia utamanya didominasi oleh China mencapai US$4,44 miliar atau setara 30,89% dari total impor Indonesia. Kemudian, impor terbesar juga berasal dari Jepang dan Thailand, masing-masing 9,75% dan 5,94%.

Secara keseluruhan, nilai impor mencapai US$139,22 miliar pada Januari-September 2021. Nilainya tumbuh 34,27% dari US$103,68 miliar Januari-September 2020.

Sumber: Surplus Neraca Dagang RI Turun ke US$4,37 M di September 2021, dengan perubahan seperlunya.

Artikel Terkait