Properti, Rumah Tangga Masa Kini

Begini Dasar Hukum Jual Beli Tanah di Indonesia

Ajaib.co.id – Tanah tentunya menjadi aset impian banyak orang. Namun, kamu harus benar-benar memperhatikan banyak hal dasar seperti syarat dan prosedur jual beli tanah dan bangunan yang sah, terutama bukti adanya transaksi jual beli tanah dan bangunan.

Kamu harus memastikan setiap transaksi harus memiliki bukti adanya pembelian yang menandakan benda tersebut sudah beralih tangan, hal ini berlaku juga untuk jual beli tanah dan bangunan. 

Kamu perlu mengetahui kalau jual beli tanah atau rumah dibuktikan dengan adanya Akta Jual Beli tanah dan bangunan (AJB). Kamu bisa membuat AJB yang dilakukan oleh para pihak di kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Karena jual beli tanah harus bersifat transparan dan tunai, yaitu harus di hadapan PPAT serta harus dibayar secara lunas.

Adapun kalau hal tersebut tidak dipenuhi maka AJB tidak bisa dibuat. Sebelum PPAT membuatkan AJB untuk kamu, PPAT akan memberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai prosedur dan persyaratan yang perlu dilengkapi penjual dan pembeli.

Namun, sebelum detail membahas ini. Hal dasar yang perlu kamu ketahui adalah mengenai dasar hukum jual beli tanah. Mengapa harus tahu? Karena tanah adalah objek properti yang sangat rawan terjadinya sengketa. Sehingga memang proses penjualan dan pembeliannya pun memerlukan perjanjian hitam di atas putih yang melibatkan banyak pihak. 

Dasar Hukum Jual Beli Tanah

Untuk diketahui, kalau peraturan mengenai hukum jual beli tanah pada setiap negara itu berbeda. Di Indonesia sendiri, aturan jual beli tanah didasarkan pada beberapa instrumen hukum, yaitu Kitab Undang-Undah Hukum Perdata (KUH Perdata), Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Jual Beli Tanah dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Dasar hukum yang pertama adalah KUH Perdata. Di dalam peraturan ini, tanah dikategorikan sebagai benda-benda tidak bergerak sesuai dengan Pasal 506 undang-undang tersebut. Maka dari itu, saat kamu membeli tanah, yang berpindah bukan objeknya, namun hak kepemilikan atas tanah tersebut.

Di dalam KUH Perdata sudah mengatur ketentuan-ketentuan umum dalam jual beli yang berlaku juga salah satunya untuk tanah. Berdasarkan KUH Perdata jual beli wajib didasarkan pada persetujuan yang mengikat antara satu pihak yang menyerahkan barang atau penjual dan pihak lain yang membayar harga atas barang tersebut atau sebagai pembeli.

Sementara itu, transaksi jual beli tanah baru dikatakan sah apabila memenuhi empat syarat yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata, di antaranya:

  • Kesepakatan para pihak yang mengikat dirinya,
  • Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
  • Suatu pokok persoalan tertentu
  • Suatu sebab yang tidak terlarang.

Sementara itu, transaksi bisa menjadi batal apabila terjadi ketidaksetujuan dalam perjanjian, kekhilafan atau adanya paksaan dalam menyetujui. Hal ini tertulis dalam Pasal 1321 KUH Perdata. 

Jual Beli Tanah dalam PP No. 37 Tahun 1998

Selanjutnya, untuk membuat perjanjian jual beli tanah, tidak bisa dipenuhi hanya oleh dua pihak antara penjual dan pembeli saja. Melainkan keduanya perlu dibimbing oleh pejabat negara, dalam hal ini Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Ketentuan ini diatur dalam PP No. 37 tahun 1998.

Apa saja tugas PPAT? Kewenangan PPAT berdasarkan PP No. 37 Tahun 1998 adalah membuat akta-akta otentik terkait perbuatan hukum tertentu yang berkaitan dengan hak atas tanah. Namun, PPAT tidak dapat ditemukan di semua wilayah atau daerah.

Jadi untuk kamu yang tinggal di daerah yang belum memiliki PPAT, pembuatan akta jual beli dapat dibantu oleh camat setempat yang berperan sebagai PPAT sementara. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) pada PP yang sama.

Jual Beli Tanah dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)

Instrumen hukum yang ketiga adalah UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Peraturan ini lebih menyoroti tentang hak kepemilikan atas tanah. Terlihat di dalam Pasal 16 ayat 1 undang-undang ini, adapun hak-hak atas tanah dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok, di antaranya, hak milik, hak guna-usaha, hak guna-bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan,

Sementara itu, hak-hak lain yang tidak terdaftar dalam hak-hak tersebut yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Termasuk hak-hak yang sifatnya sementara sesuai yang tertera dalam pasal 53.

Untuk diketahui, kalau tanah hak milik merupakan tanah yang paling sering diperjualbelikan dalam pasar properti tanah ini. Sehingga kalau kamu memiliki tanah dengan hak kepemilikan di luar hak-hak yang Ajaib paparkan sebelumnya, seperti tanah girik atau tanah adat, maka kamu perlu mengkonversinya terlebih dahulu dengan prosedur tertentu.

Tahapan Jual Beli Tanah

Adapun perihal tahap-tahap dalam proses jual beli tanah adalah sebagai berikut:

Pemeriksaan Sertifikat dan Surat Tanda Terima Setoran PBB 

Proses pertama melalui PPAT akan melakukan pemeriksaan sertifikat hak atas tanah. Pemeriksaan dilakukan bertujuan untuk mencocokan data antara sertifikat dengan Buku Tanah di kantor Pertanahan.

Selain itu, untuk memastikan tanah tersebut tidak terlibat dalam sebuah sengketa hukum, tanah tidak sedang dijaminkan, dan tanah tidak dalam penyitaan. Tak sekedar itu, PPAT juga memeriksa Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dari tanah tersebut, memeriksa Surat Tanda Terima Setoran PBB atau STTS PBB untuk memastikan tanah tersebut tidak menunggak pembayaran PBB. 

Persetujuan Suami Istri 

Selanjutnya, apabila penjual memiliki status sudah menikah ada ketentuan tambahan. Karena pada dasarnya tanah dan bangunan menjadi harta bersama ketika sudah menikah, sehingga penjualan tanah tersebut harus atas dasar persetujuan suami atau istri dengan penandatanganan surat persetujuan khusus. Bisa juga dengan menandatangani AJB.

Namun, jika suami atau istri sudah meninggal dunia, dapat dipenuhi dengan melampirkan surat keterangan kematian dari kantor kelurahan setempat. 

Biaya Pajak dan Pembuatan AJB 

Tahapan yang ketiga, penjual harus membayar pajak penghasilan (PPh) dan pembeli harus membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Adapun ketentuan yang harus dipenuhi sebagai berikut: Pajak Penjual (PPh) = Harga Jual x 2,5 % Pajak Pembeli (BPHTB) = { Harga Jual – Nilai Tidak Kena Pajak} x 5 % Pembeli dan Penjual membayar jasa PPAT yang biasanya akan ditanggung secara bersama. Bisa juga dipenuhi ketika kedua belah pihak bersepakat ditanggung oleh salah satu pihak. 

Pembuatan dan Penandatangan AJB 

Selanjutnya, PPAT akan membacakan dan menjelaskan isi dari AJB. Jika penjual dan pembeli menyetujui isi AJB tersebut maka AJB bisa ditandatangani oleh penjual, pembeli, saksi dan PPAT.

Usai ditandatangani, AJB akan dicetak lalu cetakan asli dibuat untuk disimpan oleh PPAT dan diserahkan ke kantor pertahanan untuk keperluan balik nama. Sementara itu, salinan AJB yang akan diberikan kepada pihak penjual dan pembeli.

Proses Balik Nama di Kantor Pertanahan 

Tahapan yang terakhir setelah AJB ditandatangani, maka sertifikat tanah baru akan bisa dibalik nama ke nama pembeli yang bersangkutan. Berikut dokumen-dokumen yang perlu diserahkan untuk proses balik nama meliputi : 

  • Dokumen milik pembeli yang terdiri dari, fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP), fotokopi Kartu Keluarga (KK), fotokopi Akta Nikah (jika sudah menikah), fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Bukti lunas pembayaran BPHTB, Surat permohonan balik nama yang sudah ditandatangani, AJB dari PPAT 
  • Dokumen milik penjual yang terdiri dari, fotokopi KTP, fotokopi KK, fotokopi Akta Nikah, Sertifikat Hak Atas Tanah, Bukti lunas pembayaran PPh.

Artikel Terkait