Ekonomi

Apa itu Quantitative Easing (QE) dalam Ekonomi?

nilai tukar rupiah terhadap dolar

Dalam mengambil kebijakan penurunan suku bunga, bank sentral seperti The FED dan ECB mempertimbangkan inflasi dan juga menggunakan kebijakan Quantitative Easing (QE).

Bagi kamu yang belum terlalu familiar dengan Quantitative Easing (QE) dalam ekonomi itu apa. Pada artikel ini, Ajaib akan menjelaskan mengenai kebijakan moneter satu ini yang dapat berpengaruh besar terhadap inflasi dan nilai tukar mata uang.

Apa Arti Quantitative Easing (QE)?

Quantitative Easing (QE) adalah kebijakan moneter non konvensional yang dilakukan bank sentral untuk menurunkan suku bunga. Dalam proses menurunkan suku bunga, bank sentral bisa melakukan beberapa intervensi di pasar keuangan.

Kebijakan QE biasanya digunakan bank sentral di saat kebijakan konvensional tidak berjalan sesuai rencana dalam menstabilkan nilai tukar mata uang dan inflasi.

Cara Kerja Quantitative Easing (QE)

Ada beberapa cara kerja Quantitative Easing (QE) dalam menurunkan suku bunga, antara lain:

  1. Bank sentral bisa membeli obligasi pemerintah dalam jumlah yang besar.
  2. Bank sentral bisa meningkatkan jumlah cadangan.
  3. Bank sentral dapat meningkatkan jumlah uang yang beredar.

Ketiga hal di atas adalah cara yang bisa dilakukan bank sentral untuk menurunkan suku bunga. Dengan membeli obligasi pemerintah dalam jumlah besar, hal ini akan berdampak besar terhadap menurunnya imbal hasil obligasi dan menurunkan suku bunga pinjaman lainnya.

Sementara meningkatkan jumlah uang yang beredar dapat juga membuat suku bunga turun.

Kebijakan Quantitative Easing (QR) dalam Ekonomi Belum Tentu Cocok untuk Setiap Negara

Kebijakan bank sentral erat kaitannya dengan kondisi ekonomi di suatu negara. Inilah alasan kenapa kebijakan QE belum tentu bisa diterapkan di negara-negara tertentu.

Pada dasarnya, kebijakan moneter ini untuk menurunkan suku bunga. Sehingga, negara-negara dengan suku bunga yang rendah tidak efektif untuk menerapkan Quantitative Easing (QE). Biasanya, kebijakan QE tidak efektif untuk negara-negara yang punya suku bunga acuan hampir 0% seperti Jepang dan Swiss.

Tapi, tidak menutup kemungkinan juga negara-negara yang punya suku bunga acuan hampir 0% akan melakukan kebijakan Quantitative Easing (QE), jika dirasa suku bunga tidak bisa diturunkan lagi dan target bank sentral yang diharapkan belum terealisasikan.

Contoh Kasus Bank Sentral yang Melakukan QE

1.  Bank Indonesia (BI)

Pada tahun 2020 lalu, Bank Indonesia (BI) pernah melakukan Quantitative Easing (QE) dengan menggelontorkan ratusan triliun untuk menjaga likuiditas di pasar.

Saat itu, Bank Indonesia (BI) memborong SBN, meningkatkan penyediaan likuiditas melalui Repo, menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM), dan menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) valas. Semua hal ini dilakukan Bank Indonesia (BI) untuk meningkatkan jumlah uang yang beredar di masyarakat sebagai bentuk mitigasi dari dampak  Covid-19.

2.  The FED

Kamu pasti ingat bahwa Amerika Serikat pernah mengalami krisis ekonomi terparah di dunia. Saat itu, bank investasi terbesar nomor empat di Amerika Serikat hingga mengalami kebangkrutan.

Untuk menyelematkan ekonomi Amerika Serikat, The FEB melakukan Quantitative Easing (QE) dengan memberikan stimulus ekonomi untuk menjaga likuiditas di pasar.

The FED memborong surat berharga jangka panjang untuk mempercepat pemulihan ekonomi di Amerika Serikat pasca krisis.

3.  European Central Bank (ECB)

Contoh real kasus bank sentral yang melakukan kebijakan QE berikutnya adalah European Central Bank atau ECB pada masa pandemi Covid-19 di beberapa tahun lalu.

Di masa pandemi Covid-19, bank sentral Eropa memiliki sejumlah program QE dengan membeli berbagai aset keuangan untuk memberikan stimulus ekonomi dan menurunkan suku bunga.

Dampak Ekonomi dari Kebijakan Quantitative Easing (QE)

Secara urgensi, kebijakan Quantitative Easing (QE) bisa dikategorikan sebagai aksi penyelematan ekonomi di saat suatu negara mengalami kondisi darurat ekonomi.

Manfaat Quantitative Easing (QE)

  1. Memberikan stimulis ekonomi: Kebijakan bank sentral ini dapat menjaga likuiditas di pasar dan meningkatkan daya beli di masyarakat.
  2. Menurunkan biaya pinjaman: Dengan memborong obligasi, bank sentral mengharapkan imbal hasil obligasi akan ikut turun yang dapat mempengaruhi suku bunga lainnya seperti bunga pinjaman menjadi lebih rendah.
  3. Menstabilkan harga dan menjaga inflasi: Kebijakan QE dapat mengurangi risiko deflasi yang membuat harga-harga di pasar terus mengalami penurunan.

Selain manfaat QE di atas, ada pula dampak negatif yang bisa ditimbulkan dari pengambilan kebijakan QE bagi ekonomi.

Dampak Negatif Quantitative Easing (QE)

  1. Devaluasi nilai mata uang: Meningkatnya jumlah uang yang beredar di pasar bisa menyebabkan terjadinya devaluasi nilai mata uang. Hal ini dapat membuat harga barang-barang yang masuk dari luar negeri menjadi kian mahal di Indonesia.
  2. Salah target sasaran: Kebijakan Quantitative Easing (QE) yang tidak terukur bisa memperburuk ekonomi. Karena uang yang digelontarkan bank sentral nilainya sangatlah besar. Oleh karenanya, uang dari kebijakan QE dapat digunakan untuk menutup defisit anggaran.
  3. Memicu inflasi: Stimulus ekonomi yang diberikan ke pasar belum tentu dapat mengatasi masalah ekonomi yang terjadi. Melainkan, hal sebaliknya yang dapat memicu inflasi secara besar-besaran. Bahkan, jika kondisi inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi yang hanya jalan di tempat. Hal ini akan menimbulkan masalah lain yaitu stagflasi.

Demikianlah penjelasan mengenai apa itu Quantitative Easing (QE) dalam ekonomi. Quantitative Easing (QE) adalah kebijakan moneter bank sentral dengan cara meningkatkan jumlah peredaran uang di pasar untuk menurunkan suku bunga.

Kebijakan moneter bank sentral ini baru dilakukan di saat penurunan suku bunga sudah tidak bisa dilakukan atau kondisi ekonomi sedang dalam keadaan darurat.

Artikel Terkait