
Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada sesi I, Selasa (18/3/2025), mengalami penghentian sementara atau trading halt setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok sebesar 5,02% ke level 6.146. Kondisi ini mencerminkan tekanan besar di pasar saham yang terjadi sejak awal perdagangan.

Berdasarkan data, sebanyak 581 saham turun, 105 saham naik, dan 271 saham stagnan. Nilai transaksi pada sesi pertama tercatat mencapai Rp3,39 triliun, dengan volume perdagangan 13,12 miliar saham dalam 748 ribu transaksi.
Kebijakan trading halt ini sesuai dengan aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Surat Perintah Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK Nomor S-274/PM.21/2020, yang menyatakan bahwa:
- Perdagangan saham dihentikan 30 menit jika IHSG turun lebih dari 5%.
- Jika terjadi penurunan lanjutan lebih dari 10%, perdagangan dihentikan lagi selama 30 menit.
- Jika IHSG turun lebih dari 15%, bursa dapat menghentikan perdagangan lebih lama dengan persetujuan OJK.
Semua Sektor Tertekan, Utilitas & Bahan Baku Paling Parah
Seluruh sektor berada di zona merah, dengan sektor utilitas menjadi yang paling tertekan setelah turun 12,2%, diikuti oleh sektor bahan baku yang melemah 9,82%.
Beberapa saham yang menjadi pemberat utama IHSG meliputi:
- DCI Indonesia (DCII) ambles 20% ke Rp115.800/saham, menjadi pemberat terbesar dengan kontribusi negatif 38,24 indeks poin.
- Barito Renewables Energy (BREN) turun 13,54% ke Rp4.950/saham, menekan IHSG sebesar 30,27 indeks poin.
- Chandra Asri Pacific (TPIA) melemah 19,55% ke Rp5.350/saham, mengurangi IHSG sebesar 29,71 indeks poin.
- Bank Mandiri (BMRI) juga terkoreksi 5,98% ke Rp4.400/saham, dengan total transaksi mencapai Rp812 miliar.
Koreksi tajam IHSG ini juga disertai oleh aksi jual investor asing yang sangat masif. Sejak awal tahun, dana asing keluar dari pasar saham mencapai Rp24 triliun, dengan belum adanya tanda pembalikan arah.