Pajak

Begini Cara Menghitung Pajak Penghasilan (PPh21) di 2020!

cara menghitung pajak penghasilan

Ajaib.co.id – Pertanyaan soal cara menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 tetap menjadi salah satu topik teratas jelang batas pelaporan SPT tahunan pada April 2020 lalu. Fakta ini membuktikan jika sistem salah satu jenis pajak utama ini tetap belum familiar di kalangan masyarakat. Padahal Dirjen Pajak terus berupaya melakukan sosialisasi untuk meningkatkan literasi pajak.

Cara menghitung pajak penghasilan memang tidak semudah A tambah B sama dengan C. Namun bukan berarti melakukannya sangat sulit dan hanya bisa dilakukan oleh para ahli. Minimnya pemahaman wajib pajak memang masih jadi alasan utama banyak yang tidak paham cara menghitung pungutan atas penghasilan bersih yang kamu miliki ini.

Padahal ada banyak cara yang bisa kamu pakai untuk menghitung berapa pajak yang harus kamu bayar untuk penghasil neto per tahunnya. Selain cara manual, ada banyak aplikasi yang juga bisa kamu pakai untuk membantu kalkulasi ini.

Meskipun kesannya lebih mudah namun ada baiknya kamu memahami dasar-dasar yang dipakai untuk menentukan berapa banyak kamu harus bayar pajak untuk pendapatan tahunanmu. Yuk simak lebih jauh apa saja yang penting dalam perhitungan pajak penghasilan milikmu.

Apa itu Pajak Penghasilan?

Bagi kamu yang sudah bekerja, pastinya sudah tidak asing lagi dengan Pajak Penghasilan atau PPh 21 (Pph Pasal 21). Umumnya, pajak penghasilan tercantum di dalam slip gaji yang membuat nominal gajimu berkurang.

Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atas penghasilan yang didapatkan dalam masa tahun pajak. Cara menghitung pajak penghasilan wajib dipahami oleh setiap wajib pajak, terutama bagi mereka yang bekerja.

Pemotongan Pajak Penghasilan sudah diatur di dalam UU No 36 Tahun 2008 Pasal 21 (PPh Pasal 21) dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No PER-16/PJ/2016 yang mengatur soal tarif terbaru dari Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 2016.

Berdasarkan Undang-Undang tersebut, seluruh warga negara yang telah memiliki penghasilan melebihi batas besarnya PTKP, maka harus membayar Pajak Penghasilan kepada negara. Namun, ada syarat dan ketentuannya. Pajak Penghasilan (PPh 21) merupakan pajak atas penghasilan dalam bentuk gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya yang diperoleh dari pekerjaan atau jabatan.

Komponen Perhitungan Pajak Penghasilan Bruto PPh 21

Supaya kamu memahami perhitungan Pajak Penghasilan (PPh 21), bisa mempelajari beberapa komponen dan konsep dasar dari cara menghitung Pajak Penghasilan di bawah ini. Perhitungan pajak diawali dari perhitungan atas penghasilan bruto atau pendapatan kotor yang kamu terima dalam kurun waktu tertentu.

1. Penambah Penghasilan Bruto Wajib Pajak

Penghasilan bruto atau penghasilan kotor merupakan jenis penghasilan yang dikenakan dari pemotongan Pajak Penghasilan (PPh 21). Ada unsur-unsur tambahan penghasilan yang terdapat di dalam penghasilan bruto, yakni:

  • Penghasilan Rutin

Cara menghitung Pajak Penghasilan tidak terlepas dari penghasilan rutin Wajib Pajak Orang Pribadi, yaitu upah atau gaji yang diterima dalam jangka waktu tertentu, seperti gaji pokok dan tunjangan.

Gaji pokok merupakan gaji dasar yang ditetapkan untuk melaksanakan satu jabatan atau pekerjaan tertentu pada golongan pangkat dan waktu tertentu. Sedangkan tunjangan yaitu penghasilan tambahan di luar gaji pokok yang berkaitan dalam pelaksanaan tugas dan sebagai insentif.

  • Penghasilan Tidak Rutin

Penghasilan tidak rutin merupakan upah atau gaji yang diterima secara tidak teratur, seperti bonus, tunjangan hari raya, dan upah lembur. Selain itu, komponen yang masuk dalam kategori ini ialah tunjangan PPh 21.

Jika tunjangan PPh 21 diberikan penuh atau sebagian, maka jumlah tunjangan PPh 21 ini merupakan komponen penambah penghasilan bruto. Cek ulang komponen pendapatanmu untuk memastikan sejumlah faktor tersebut.

  • Iuran BPJS atau Premi Asuransi

BPJS merupakan program jaminan sosial yang diterbitkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Bagi seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang tinggal di Indonesia lebih dari 6 bulan, maka wajib menjadi anggota BPJS.

Iuran BPJS sendiri dibayarkan oleh pemberi kerja (perusahaan) dan pekerja dengan persentase iuran dari gaji yang sudah ditentukan oleh Peraturan Pemerintah.

  • Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

Jaminan Kecelakaan Kerja adalah kompensasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecalakaan saat berangkat kerja hingga tiba kembali dirumah, atau memiliki penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan.

Iuran JKK akan dibayar sepenuhnya oleh pihak perusahaan. Besaran dari iuran tersebut disesuaikan dengan kelompok jenis usaha dan risikonya, yaitu:

  • Kelompok 1: preminya sebesar 0,24% x upah kerja selama sebulan.
  • Kelompok 2: preminya sebesar 0,54% x upah kerja selama sebulan.
  • Kelompok 3: preminya sebesar 0,89% x upah kerja selama sebulan.
  • Kelompok 4: preminya sebesar 1,27% x upah kerja selama sebulan.
  • Kelompok 5: preminya sebesar 1,74% x upah kerja selama sebulan.
  • Jaminan Kematian

Jaminan Kematian ditujukan bagi ahli waris dari anggota atau peserta program BPJS Ketenagakerjaan yang meninggal bukan dikarenakan kecelakaan kerja. Perusahaan pun wajib menanggung iuran program Jaminan Kematian sebesar 0,3% dari gaji mereka.

  • Jaminan Kesehatan

Jaminan Kesehatan merupakan program dari BPJS Kesehatan yang diikuti oleh Wajib Pajak. Pada 1 Juli 2015, tarif iuran Jaminan Kesehatan adalah sebesar 5% dari gaji per bulan, yaitu 4% yang dibayar oleh pemberi kerja dan 1% oleh pegawai.

Gaji yang digunakan menjadi dasar dari perhitungan iuran Jaminan Kesehatan yang terdiri dari: gaji/upah pokok dan tunjangan tetap. Batas tertinggi dari gaji atau upah per bulan digunakan sebagai dasar dari perhitungan iuran, yakni dua kali PTKP dengan status kawin dan memiliki 1 anak.

Bagi keluarga lainnya, terdiri dari anak keempat dan seterusnya, serta orangtua dan mertua. Kemudian, besaran dari iurannya adalah 1% per orang dari gajinya.

Pengurang Penghasilan Bruto

Cara menghitung pajak penghasilan bukan hanya mempertimbangkan sektor penambah pendapatan. Adapula komponen yang berguna sebagai pengurang penghasilan bruto. Berikut ini merupakan hal-hal yang dapat mengurangi angka penghasilan bruto. Secara gamblang, dikatakan sebagai hal-hal yang bisa mengurangi jumlah pajak yang dibayarkan.

  • PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)

Batas PTKP yang masih berlaku pada 2020 ini, menurut klikpajak.id, adalah Rp54.000.000/tahun. Artinya, mereka dengan pendapatan Rp4.500.000/bulan, tidak akan dikenakan pajak. Selain itu, untuk laki-laki wajib pajak yang sudah menikah, akan memiliki pertambahan PTKP Rp4.500.000.

Selanjutnya, jika wajib pajak memiliki anak, ia juga akan mendapatkan penambahan PTKP sebesar Rp 4.500.000 per anak. Berarti, bagi seorang wajib pajak laki-laki yang memiliki istri dan tiga anak, besaran PTKPnya adalah sebesar Rp 72.000.000 per tahun. Bila ia punya pendapatan Rp6.000.000 per bulan, ia tidak diwajibkan membayar pajak, meskipun harus membayar SPT tahunan.

  • Biaya Jabatan

Biaya yang diasumsikan sebagai pengeluaran yang berhubungan dengan pekerjaan. Besaran biaya jabatan, berdasarkan peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016, adalah 5% penghasilan bruto tahunan, atau Rp500.000 sebulan/Rp6 juta setahun.

  • Biaya Pensiun

Dipotong secara bulanan dari penghasilan sang penerima pensiun secara bulanan. Besaran biaya pensiun, berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016, adalah 5% dari penghasilan bruto tahunan, atau Rp200.000 sebulan/Rp2.400.000 per tahun.

  • Iuran BPJS

Termasuk Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kesehatan (JKes) yang menjadi tanggungan karyawan.

Tarif dari PPh 21

Memahami cara menghitung pajak penghasilan tidak akan sukses kamu lakukan jika tidak tahu tarif pajak yang berlaku. Biaya untuk Pajak penghasilan telah didasarkan pada Pasal 17 ayat (1) huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015.

Tarif tersebut berlaku bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP, seperti:

  • Penghasilan tahunan hingga Rp50.000.000 adalah sebesar 5%.
  • Penghasilan tahunan di atas Rp50.000.000 – Rp250.000.000 adalah sebesar 15%.
  • Penghasilan tahunan di atas Rp250.000.000 – Rp500.000.000 adalah sebesar 25%.
  • Penghasilan tahunan di atas Rp500.000.000 adalah 30%.
  • Bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP, bakal dikenakan tarif 20% lebih tinggi dibanding mereka yang memiliki NPWP.

Contoh Penghitungan PPh 21 Tahun 2020

Mari kita mencoba hitung PPh21 tahun 2020 dari seorang karyawan tidak menikah, yang penghasilan brutonya adalah Rp 10.000.000 per bulan, dengan hanya mempertimbangkan pengurangan penghasilan bruto berupa PTKP dan biaya jabatan.

Penghasilan Bruto setahun = Rp120.000.000
PTKP = Rp54.000.000
Biaya Jabatan = Rp6.000.000

Maka, Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp60.000.000

Maka, memperhitungkan tarif PPh21, besar PKP akan dibagi menjadi dua, dengan tarif pajak yang berbeda-beda, sebagai berikut:

Tarif 5%Rp50.000.000 x 5%Rp2.500.000
Tarif 15%Rp10.000.000 x 15%Rp1.500.000
Besar Pajak yang Harus DibayarRp4.000.000

Itulah cara menghitung pajak penghasilan (PPh 21) bagi kamu yang belum mengetahuinya. Siapkah kamu turut membangun negara dengan cara membayar pajak?

Pajak Penghasilan Turun Jadi 20%, Namun Hanya untuk Wajib Pajak Badan Usaha

Pemerintah menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) menjadi 20 persen bagi wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk Perseroan Terbuka (PT). Regulasi ini sedianya baru akan berlaku pada 2022 namun memberikan angin segar pada sejumlah badan usaha berstatus go public di negeri ini.

Keputusan itu tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2020 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka. Pengurangan pajak juga bisa dimanfaatkan bagi perusahaan terbuka dengan jumlah saham yang disetor dan diperdagangkan pada bursa efek Indonesia (BEI) paling sedikit 40 persen.

Namun, perusahaan tersebut harus memenuhi sejumlah persyaratan tertentu guna memperoleh pengurangan tarif 3 persen. Salah satunya, saham emiten harus dimiliki oleh paling sedikit 300 pihak. Sementara itu, masing-masing pihak hanya boleh memiliki saham kurang dari 5 persen dari total saham.

Perubahan tarif ini diharapkan juga dapat memicu banyak perusahaan untuk ikut meramaikan pasar modal Indonesia. Dengan demikian, iklim investasi saham di Indonesia bisa jauh lebih berkembang. Momen ini sekaligus mendukung masyarakat Indonesia untuk lebih tertarik ikut serta dalam investasi.

Artikel Terkait